Seorang lelaki tua, berjenggot ubanan, wajah agak lusuh,
bertubuh pendek, pakaiannya sangat sederhana sedang menjalani persidangan di
pengadilan Kota Athena. Ia Sokrates,
yang sehari-hari menapaki jalan-jalan dan pergi pasar kota Athena tanpa alas
kaki. Pada tahun 399 SM, ia kira-kira berusia 70 tahun.
Sokrates diadili atas dua tuduhan: ia telah mengingkari
keberadaan dewa-dewa dan ia katanya telah merusak moral-religius kaum muda. Ada
tiga warga Athena yang telah mengajukan tuduhan itu, yaitu penyair Meletus,
politikus Anytus dan orator Lycon.
Persidangan berjalan kurang lebih tiga jam. Keputusan
pengadilan, Sokrates harus minum racun sebagai cara untuk menghukum mati dia.
Selama 30 hari Sokrates dimasukan ke dalam penjara sebelum ia di eksekusi mati.
Tanggal 7 Mei 399, Sokrates dijatuhi hukum minum racun. Ia meninggal dalam
wajah yang tenang, seperti juga jiwanya.
”Demikianlah sehingga Socrates melewati sebuah rentang waktu
yang panjang di dalam penjara di antara persidangan dan kematiannya.” demikian
kata Phaedo, muridnya seperti yang ditulis Plato dalam Phaedo.
Detik-detik jelang hukum mati itu, para murid setia
mendampingi Sokrates. Mereka adalah: Phaedo, Crito, Critobulos, Apollodorus,
Hermogenes, Epigenes, Aeschines, Antishenes, Cresippus, Menexenus, Simmias,
Cebes, Phaedondas, Euclides, Terpsion dan Plato.
Dengan tenang Sokrates memegang cawan dan meminum racun di
dalamnya. “…yang jahat tidak dapat terjadi pada orang baik, baik dalam hidup
atau setelah kematian,” Soktrates berujar dalam pembelaannya.
“Waktu keberangkatan telah tiba, dan saya menempuh jalan
saya - aku mati dan Anda hidup. Mana yang lebih baik hanya Tuhan yang tahu,”
Sokrates menerima kematiannya dengan ketenangan jiwa. Sokrates tidak pergi,
lari dari hukuman, seperti anjuran muridnya, Plato. Ia menerima semua itu dalam
sebuah keyakinan, bahwa jiwa dan pengetahuan adalah abadi.
Sokrates adalah seorang pecinta pengetahuan dan kebenaran.
Ia adalah guru, juga filsuf. Murid-muridnya, Plato dan Aristoteles banyak
belajar dari dia. Sokrates mencari dan
menemukan pengetahuan dalam dialog-dialog sederhana tapi dalam dengan
para pemuda atau siapa saja warga di jalan-jalan ramai atau pasar di kota
Athena. Ia menjadi bidan pengetahuan, seperti ibunya, Phainarete yang
melahirkan ia tahun 470 SM dari seorang suami, pemahat patung bernama
Sophroniskos.
“Socrates membahas pertanyaan moral di tempat-tempat kerja
dan pasar," tulis sejarawan filsafat Dioegens Laertius di abad ketiga
dalam The Lives of Eminent Philosophers. Sokrates sering tampil tidak biasa, ia
suka memancing teman dialognya agar berpikir.
Comments
Post a Comment