Kue Brudel dari Belanda,
diperkenalkan di Hindia Belanda oleh Nonna Cornelia dalam buku resepnya, di
Minahasa kue jenis ini sangat populer
SETIAP mendekati ‘Hari Besar”, Natal dan Tahun Baru atau
acara-acara tertentu, orang-orang Minahasa pasti akan mengingat kukis (kue) yang satu ini: brudel. Kukis brudel dapat dinikmati setelah makan rupa-rupa lauk-pauk dalam
pesta-pesta. Juga sangat pas dinikmati bersama kopi atau teh hangat.
Dari mana asal kukis
brudel ini? Orang-orang akan menjawab, dari Belanda. Dari zaman kolonial.
Tapi bagaimana kisahnya?
Resep kukis (kue)
brudel atau dalam bahasa Belanda ditulis broeder
sudah muncul dalam sebuah resep masakan tahun 1845. Pengarangnya bernama
Nonna Cornelia. Buku karangannya yang berjudul Kokki Bitja ataoe Kitab Masakan India diterbitkan dalam bahasa
Melayu dicampur bahasa Belanda. Pertama kali terbit tahun tahun 1845, lalu
terbit lagi dalam edisi revisi tahun 1859.
“Ambil doea
deeg, doea poeloe telor, doea mangkok mantega entjer; kaloe terlaloe entjer,
taroh soesoe satoe mangkok satengah dan doea sendok goela; itoe goela misti
bikin kring sama deeg, dan abis taroh di tampatnja dan lantas bakar sampeh
matang,” tulis Nonna
Cornelia menjelaskan resep kukis brudel dalam
buku resepnya yang terbit tahun 1859 itu.
Jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu yang telah
dimodernkan alias bahasa Indonesia, kira-kira jadinya begini, “Ambil dua adonan,
dua puluh telor, dua mangkok mentega cair; jika terlalu cair, tambah susu satu
mangkok setengah dan dua sendok gula. Lalu gula harus sampai kering bersama
adonan, dan setelah itu tuangkan di tempat dan dipanggang hingga matang.”
Nonna Cornelia juga menulis variasi lain kukis brudel. Keluarga-keluarga di
Minahasa dan mungkin juga Ambon mengenal resep ini hingga suatu masa. Jenis brudel yang menggunakan saguer.
“Satoe pond tepoeng dan poekoel sama toeak dahoeloe, sampeh
djadi kental skali, dan abis kasih tingagl sampeh doea djam biar djadi mankak,”
tulis Nonna Cornelia.
Ukuran satu pon sama dengan 0,5 kg. Tepung sebanyak itu
diaduk bersama saguer atau tuak. Saguer berfungsi untuk fermentasi
bikin adonan berkembang atau mangkak.
“Kaloe soedah mangkak, baroe taroh delapan telor, dan misti
poekoel baik-baik skali, abis taroh mantega jang soedah entjer satoe pond, dan poekoel
sama-sama itoe tepoeng; kaloe soedah, poekoel sampeh rata, taroh kis mis,
kanari, (tetapi itoe misti pottong haloes haloes dahoeloe), dan manisan
djeroek, dan itoe lagi misti di pottong haloes-haloes dahoeloe, baroe tjampoer
sama itoe tepoeng,” jelas Nonna Cornelia.
Setelah semua proses itu selesai, adonan lalu dituangkan ke
tempat cetakan yang sebelumnya sudah digosok dengan mentega. Tunggu beberapa
lama sampai mengembang. Di Minahasa cara memanggang yang lazim tidak memakai
oven. Biasanya tempat panggang dibuat sendiri dari sejenis seng yang agak tebal
dibuat melonjong. Bara apinya adalah kulit buah kelapa atau orang-orang
Minahasa menyebutnya gonofu yang
dibakar.
“Kaloe lagi bakar mistie kirakira djangan sampeh djadi
angoes,” pesan Nonna Cornelia.
Siapa Nonna Cornelia yang berjasa bagi pertukaran kuliner
di Hindia Belanda di masa itu? Tidak ada informasi yang banyak siapa dia. Cuma
saja dalam pengantar bukunya terbitan tahun 1859, disebutkan bahwa ia meninggal
secara tragis beberapa hari sebelum edisi revisi bukunya terbit. Disebutkan,
bahwa ia meninggal tiba-tiba di dapur akibat shock karena resep kwee broeder
yang dia siapkan gagal.
“Kematiannya,
pada tanggal 4 Oktober 1859, diterbitkan dalam pemberitahuan kematian beberapa
surat kabar di Hindia Belanda dan Belanda, sehingga tidak bisa dianggap sebagai
fiksi atau pertunjukan penerbit?”
tulis blog Shared
Taste.
Lalu apa arti nama broeder
untuk jenis kue ini? Situs Bakkerij
Otten menyebutkan beberapa versi
asal-usul nama broeder. Beberapa
orang mengaitkan namanya dengan
serikat atau persaudaraan para tukang roti. “Untuk
bergabung, seseorang harus
membuat sebuah mahakarya. Komunitas ini terdiri dari para pembuat roti kismis bulat,” tulis Bakkerij
Otten.
Versi lain menyebutkan, bahwa nama broeder diambil dari sebutan ‘saudara-saudara rohani’ (de geestelijke broeders) yang membagikan apa yang
mereka punya kepada orang-orang miskin
pada kesempatan-kesempatan khusus.
Di Minahasa, bolehlah
kita artikan brudel sebagai kukis basudara. Kukis yang hampir selalu
tersedia dalam acara-acara yang mempertemukan ‘sudara basudara’. Kukis yang selalu tersaji untuk menemani
acara ‘bakumpul’ dan ‘bacirita’ keluarga atau sesama warga wanua.
_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan.
Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com.
Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama
'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk
diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap
terlebih dahulu menghubungi penulis.Makase banyak.
Comments
Post a Comment