Tuesday, May 31, 2022

Pancasila dan Kebhinekaan dari Perspektif Minahasa

Oleh Denni H.R. Pinontoan

 

Bendera Merah Putih berkibar di Halaman Watu Pinawetengan


Dr. G.S.S.J. Ratu Langi:

Persatuan nasional dari bangsa Indonesia adalah suatu persatuan politis. Kenyataan ini didasarkan pada kemauan politis yang sukarela untuk membentuk suatu persatuan bangsa dan Negara Indonesia yang berdaulat. Dengan mengakui dan menghormati akan perbedaan etnis dan budaya pluralitas bangsa Indonesia yang bersatu dengan segala konsekuensinya, kita semua harus menerima, menghormati dan berjuang untuk persatuan politis bangsa Indonesia tersebut – Namun, dilain pihak adalah suatu keharusan yang seimbang bahwa Persatuan Indonesia juga harus mengakui dan menghormati hak asasi dari tiap kelompok etnis untuk mempertahankan otonomi mereka dalam batas wilayah kelompok etnis tersebut.” (Fikiran” 31 Mei 1938).

Ø  Bagi Ratu Langi, Indonesia merdeka adalah suatu persatuan politis, dasarnya adalah kemaun politis. Indonesia sebagai persatuan politis ini mesti mengakui dan menghormati perbedaan etnis dan pluralitas.

 

Soekarno:

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa.

Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Pidato 1 Juni 1945).

Ø  Konsep Soekarno adalah ‘ber-Tuhan secara kebudayaan’. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari bangsa-bangsa memiliki kesadaran religius yang tinggi. Jadi, ‘Sila Ketuhanan Yang Maha Esa’, bukan ‘satu Tuhan’ dari satu agama tertentu, melainkan ‘sifat religius’ masyarakat Indonesia yang bermacam-macam agama.

 

Hamka:

Ketuhanan Jang Maha Esa adalah pengakuan akan adanja kekuasaan diatas seluruh kekuasaan manusia. Ketuhanan Jang Maha Esa adalah asas dari satu kepertjajaan atas Kesatuan Allah, dalam Ketuhanannja, dalam perbuatannja dan dalam kekuasaannja.

Ketuhanan Jang Maha Esa adalah meEsakan tudjuan hidup dari seluruh 'alam ini, baik jang bernjawa atau jang tidak bernjawa. Ketuhanan Jang Maha Esa tiga perkara kepada satu. Jang tiga perkara itu ialah manusia, hidup manusia, dan 'alam. Kepada hanja satu Tuhan.

Sila dari Ketuhanan Jang Maha Esa itu telah mengadjarkan, bahwasanja seluruh bangsa adalah kawan, seluruh manusia adalah sahabat, dan tudjuan jang paling achir ialah perdamaian kemanusiaan menegakkan dunia jang baru jang 'adil dan makmur. (risalah Hamka, “Urat Tunggang Pantja Sila”, Djakarta: Pustaka Keluarga, 1951).  

Ø  Bagi Hamka lima sila Pancasila adalah satu kesatuan. Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa menegaskan kepercayaan kepada kesatuan Allah, dalam Ketuhanannya. Di dalam sila pertama ini terkandung tiga perkara dalam satu, yaitu: manusia, hidup manusia dan alam. 

 

Kongres Minahasa Raya, 5 Agustus 2000

Poin ke II : Menolak segala kecenderungan dan usaha yang hendak memecah-belah keutuhan dan kebersamaan bangsa Indonesia di dalam NRI dengan cara memasukkan gagasan "Piagam Djakarta" dan bentuk-bentuk sejenisnya dalam bentuk apa pun ke dalam UUD 1945 - Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya. Keinginan politik sektarian berbasis agama seperti ini hanya akan membatalkan seluruh komitmen kebangsaan Indonesia yang telah melahirkan NRI bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Jika keinginan untuk membatalkan komitmen proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 diluluskan atau bahkan dikompromikan sedikit pun, maka pada saat yang sama eksistensi keberadaan NRI berakhir. Pada saat itu juga rakyat Minahasa terlepas dari seluruh ikatan dengan ke-Indonesia-an dan berhak membatalkan komitmen ke-Minahasa-an dalam ke-Indonesia-an. Dengan demikian, maka RAKYAT MINAHASA BERHAK MENENTUKAN NASIBNYA SENDIRI UNTUK MASA DEPAN.

 

Beberapa catatan penutup

1.     Sikap politik Minahasa terhadap Indonesia merdeka, yang antara lain diwakili oleh Sam Ratu Langi, memahami bahwa ‘bangsa Indonesia’ adalah suatu persatuan politis karena didasarkan pada kemauan politis. Indonesia merdeka adalah persatuan nasional dalam keragaman etnik. Indonesia merdeka harus mengakui dan menghormati hak-hak dari setiap etnik.

2.      Pancasila menegaskan pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman, baik secara politis (Soekarno) maupun teologis (Hamka).

3.      Sikap politik Minahasa masa kini: 1. Negara Republik Indonesia (NRI) adalah komitmen dalam kesetaraan dan keadilan.  Jika itu dilanggar, maka komitmen keminahasaan terhadap keIndonesiaan berakhir (Kongres Minahasa Raya thn 2000). 2. NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika mesti menolak kelompok-kelompok radikal dan intoleran. 

Friday, May 20, 2022

Dirk dan Dirke (sebuah cerpen)

 


"Anda siapa. Tiba-tiba duduk di sini?" Tanya Dirk.

 "Aku, Dirke. Aku adalah Anda," kata Dirke.

 "Kalau Anda cuma mau basa-basi, maaf aku sedang ingin sendiri."

 "Ah, tidaklah. Saya datang untuk berbicara dengan Anda," balas Dirke.

 "Tapi, saya tidak kenal Anda. Ok. Kalau Anda mau kopi, pesan saja nanti saya bayar. Tapi, mohon Anda cari meja lain," kata Dirk.

"Tidak. Aku hanya ingin berbicara dengan Anda. Aku adalah Anda."

"Aduh! Sungguh saya tidak paham. Kalau begitu, saya saja yang ke meja lain."

"Nama Anda Dirk. Lahir tanggal 15 April tahun 1980. Kamu adalah seorang eksekutif muda. Lagi sakit hati lantaran Merke, kekasih hati Anda baru saja dilamar anak Direktur Anda."

"Anda agen yang sedang mematai-matai saya, ya. Siapa yang menyuruh Anda? Apa misi Anda?"

"Ah, Anda sangat terpengaruh Conan. Aku juga suka film kartun itu. Aku tahu siapa Anda seluruhnya, karena Anda adalah aku,"

Baru sekitar 15 menit Dirk di kedai kopi itu tiba-tiba seorang laki-laki yang menyebut namanya Dirke datang ke situ. Tanpa permisi, laki-laki itu duduk berhadapan dengannya. Kedai kopi itu memang sedang tak ramai. Ini yang dicari Dirk. Tapi, kehadiran Dirke bikin dia jadi gerah.

Dirk kemudian bersiap untuk meninggalkan orang itu.

"Dirk, baiknya lupakan rencana jahatmu itu," kata Dirke.

Dirk menatap Dirke. Dia duduk kembali. Penasaran

"Rencana jahat? Siapa sesungguhnya Anda ini? Anda mau memeras saya dengan hoaks murahan, ya?"

"Karena sakit hatimu itu, maka Anda sedang berpikir menghabisi Direkturmu itu dengan memberinya racun, kan?"

Dirk makin penasaran. Beberapa menit sebelum kedatangan Dirke, ia memang sedang berpikir untuk menghabisi direkturnya itu, persis seperi yang Dirke baru katakan.

"Kamu punya ilmu membaca pikiran orang, ya?"

"Nah, benarkan. Anda sedang menyusun rencana jahat" tegas Dirke.

"Anda jangan memaksa saya, ya untuk bertindak mengusir Anda dari tempat ini!" Dirk berkata marah.

"Dirk, kamu tidak dapat mengusir aku. Aku adalah kamu," kata Dirke tenang.

Dirk merasa sedang mengalami halusinasi. Dia mencubit pipinya. Terasa. Dia menampar pipinya. Sakit.

"Dirke, aku tidak kenal Anda! Pergi dari sini!" Bentak Dirk.

"Dirk, kamu hanya memanfaatkan aku di medsos. Menggunakan pribadiku untuk mengatakan kau manusia sempurna. Aku kau gunakan ketika menulis status di Facebook dengan ayat-ayat kitab suci. Tapi, ketika aku datang menegurmu agar tidak menjadi jahat, kau menolak aku. Itu sama sama dengan engkau menolak dirimu sendiri," Dirke berkata panjang lebar.

"Status di medsos? Ayat-ayat kitab suci?" Dirk bergumam.

Dirk tertekan. Emosional.

"Aku tidak punya saudara kembar. Aku adalah aku!"

Dirk berkata tegas sambil mengambil posisi berdiri untuk pergi dari meja itu.

"Tunggu. Jangan ke mana-mana, Dirk. Anda harus sadar. Kita adalah manusia yang sedang terpecah-pecah. Manusia bermuka banyak. Aku adalah kamu yang tidak pernah kau sadari."

"Aku tidak pernah punya diri yang lain," kata Dirk dengan suara agak keras.

Beberapa pengunjung di kedai itu terkejut. Mereka memandang Dirk yang sedang berdiri dengan tatapan tajam ke arah Dirke. Dirk seketika sadar dia sedang diperhatikan beberapa orang di situ. Dirk lalu diam dan duduk lagi.

"Dirk, ini memang sesuatu yang aneh. Kita sedang menjadi manusia dalam lipatan realitas. Kita hidup dalam salinan-salinan diri. Aku adalah kau," jelas Dirke.

"Ah omong kosong. Itu hanya hanya ada di film-film fiksi. Aku tetap adalah aku," balas Dirk dengan suara agak pelan tapi kentara menahan amarah.

"Iya. Dirk adalah satu. Tapi, engkau tidak bisa menghindar dari realitas berlipat-lipat ini. Coba kau pikirkan. Pada saat engkau memikirkan kejahatan sambil itu menulis status di Facebookmu tentang kata-kata rohani mengenai kebaikan. Mana sesungguhnya Dirk pada momen itu?"

Dirk tidak langsung menjawab. Spontan dia menghidupkan hp dan membuka akun Facebooknya. Di linimasa situs ejaring sosialnya itu beberapa hari terakhir ini dipenuhi dengan kutipan ayat-ayat kitab suci dan motivasi kehidupan. Tampak wajahnya memikirkan sesuatu secara serius.

"Siapa Dirk? Siapa aku?" Tanya Dirk dalam hati.

Entah apa yang menggerakan Dirk tiba-tiba dia kemudian memikirkan lagi siapa dirinya. Seorang yang terlahir dari keluarga tak bermasalah secara ekonomi, pendidikan, juga kerohanian. Lahir di sebuah desa yang orang-orangnya terhubungan secara kekerabatan. Namun, ketika beranjak pemuda datang ke kota yang sibuk ini dengan segala dinamika yang serba material. Menjadi mahasiswa berpretasi dan tak pernah pusing dengan ribut-ribut politik negara. Selesai kuliah langsung bekerja di sebuah perusahaan ternama. Menjadi seorang eksekutif muda dengan pujian tak henti-hentinya dari sang bos.

“Dirk, itulah kamu. Itulah aku. Tapi, itu yang saya bilang tadi. Anda ini hanya menggunakan aku untuk membangun citra saleh di dunia virtual. Di dunia nyata, sayang engkau sedang berubah menjadi seorang yang merencanakan kejahatan,” kata Dirke memecah permenungan Dirk.

Dirk menatap Dirke. Tapi, kali ini agak tenang wajahnya.

“Tapi, hingga detik ini saya belum mengerti apa yang sedang terjadi ini. Siapa kau? Lalu, mengapa kau Dirke, menyebut adalah juga aku, Dirk?” Kata Dirk.

“Aku juga bingung. Mengapa kita sedang menjadi pribadi yang terpecah-pecah. Tapi, saya harus bilang realitas yang sedang terlipat-lipat ini menghasilkan Dirk dan Dirke sebagai salinan-salinan diri,” ungkap Dirke.

“Ah, maaf. Siapapun Anda, apapun yang Anda katakan, saya masih bingung dengan pertemuan ini. Maaf, saya belum bisa mengenali Anda,” tandas Dirk.

Secangkir kopi hitam di meja sudah habis diminum Dirk. Pengunjung kedai tampaknya tak bertambah. Deru mesin mobil lalu-lalang di jalan. Dirke tiba-tiba menghilang saat Dirk memanggil pelayan kedai untuk membayar kopi hitamnya. Dirk tampak tak terkejut dengan raibnya Dirke. Sebelum keluar dari kedai itu, Dirk menghidupkan hp-nya. Tampak dia menulis sesuatu di akun facebook miliknya:

Aku ingin pulang, tapi jalannya tak aku kenali lagi