Skip to main content

Tentang Saya

BLOG ini saya kelola secara pribadi. Saya, Denni H.R. Pinontoan. Memiliki minat membaca dan menulis. Sekarang ini tinggal bersama keluarga di Kota Tomohon.

Saya pernah menjadi repoter radio, redaktur sebuah majalah, sering sekali mengirim tulisan di harian lokal maupun nasional, dan akhir-akhir ini menyunting beberapa buku bunga rampai untuk diterbitkan.

Waktu bekerja di radio, pernah mengikuti workshop Meliput Konflik yang dilaksanakan oleh BBC bekerjasama dengan salah satu NGO di Manado. Tahun 2011 mengikuti Kursus Jurnalisme Sastrawi di Jakarta yang dilaksanakan oleh Yayasan Pantau.

Saya sangat menikmati setiap pengalaman dalam hidup yang sementara berjalan ini. Selalu berusaha mengambil makna dari setiap peristiwa. Tertarik dengan sosok-sosok yang mengispirasi. Dan, selalu percaya bahwa masa lalu, sejarah kehidupan bersama, manis atau pahit pasti memiliki makna penting untuk kehidupan kini, dan akan datang.

Saya menemukan banyak hal dalam setiap buku yang dibaca; pengalaman yang dialami; peristiwa yang disaksikan dan riwayat dari orang-orang yang luar biasa. Berawal dari sebuah ide untuk menjadikan semua hal itu sebagai pengetahuan, wawasan inspirasi bagi lebih banyak orang, maka dengan sangat sederhana, dibuatlah blog ini.

Katanisme, sebuah kata yang tidak dapat ditemukan di kamus manapun. Ia hanyalah bikinan saya. ‘Kata’, ‘n’, ‘isme’: ‘Kata’ ‘dan ‘isme’. Setiap kata yang membentuk kalimat, paragraf dan narasi memiliki ‘paham’ atau ‘makna’ yang ada di belakang, di depan atau di tengahnya. Entah sudah mendahalui, ada di tengahnya ataupun nanti kita pembaca yang memberinya, yang jelas setiap kata dalam suatu konteks memiliki makna.

Blog ini berisi tulisan-tulisan sejarah yang dikemas secara populer. Masa lampau menyimpan banyak warisan kearifan dan pengetahuan. Peristiwa, tokoh dan banyak dari masa lampau perlu direkonstruksi dan disajikan secara populer untuk dinikmati oleh banyak orang.

Selamat menikmati setiap sajian di blog ini. Semoga menginspirasi....


Salam,
denni



*Jika anda ingin menghubungi saya terkait dengan artikel yang dibaca di blog ini, atau untuk menyampaikan sesuatu boleh melalui:  
dpinontoan6@gmail.com
 Denni Pinontoan

 082187097616




Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun denga

Tragedi Kebudayaan pada Makam Leluhur

Dibuat dengan AI, bing.com SUATU malam, mungkin dua minggu dari sekarang, saya mengambil waktu sejenak berdiri di pinggir jalan. Tepatnya, dekat jalan masuk menuju ke rumah sakit Gunung Maria, Tomohon. Posisi saya berada di tempat parkir sebuah minimarket waralaba.   Di seberang jalan, lampu terang benderang dari sejumlah gedung yang berjejer. Ada gedung retail perabotan rumah tangga dan asesoris. Di sebelahnya ada gedung restoran walaraba. Keduanya adalah perusahaan waralaba international. Sebuah gedung tempat fotocopy milik pengusaha lokal tampak terjepit di antara dua gedung itu. Jalanan yang padat dengan kendaraan makin membuat tempat itu benar-benar seperti kota modern.   Pada jalan ke arah menuju Tondano dan Kawangkoan, di tengah-tengahnya, patung Tololiu terlihat samar, sesekali cahaya lampu kendaraan mengenai wajahnya. Ia bukan sekadar benda. Patung ini adalah artefak, sebuah teks dan narasi tentang heroisme komunitas ini. Tapi, siapa yang peduli dengan itu ketika semua disi

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero