Skip to main content

Ada Karena Kata



Salah satu dari kegiatan berekonomi itu adalah memberi harga pada apa yang mulanya tidak memiliki harga atau tidak dapat diberi harga. Bagian dari proses itu adalah mengubah sesuatu menjadi sangat berbeda dari apa yang ada pada dirinya.

Ini terjadinya pada proses meyakinkan konsumen dengan kata, bahasa, wacana. Sebuah proses membalikkan dan membelokkan hakekat dari sesuatu. Apapun itu.
Contoh jarum tangan. Ia dibuat dari logam jenis tertentu. Logam berasal dari bahan-bahan mineral alam. Mulanya ia tidak memiliki nilai harga. Tapi ketika ditambang, diolah menjadi perangkat-perangkat, salah satunya jarum tangan maka ia segera memiliki nilai harga.
Pada dirinya jarum tangan adalah alat bantu untuk menjahit secara manual. Harganya tak seberapa. Tapi oleh kreatifitas ekonomi, jarum kemudian dapat dipisahkan dari fungsi praktisnya. Salah satunya dapat dibuat menjadi nama, kode, merek sebuah produk. Rokok "djarum" misalnya.
Jarum di sini adalah rokok, bukan alat jahit lagi. Nilainya sudah berubah, bentuknya dan fungsinya. Lalu, nama ini dipakai lagi bukan untuk dan tentang rokok, dia menjadi nama yayasan misalnya. Fungsinya tidak lagi rokok pada dirinya, apalagi jarum untuk menjahit.
Sama halnya dengan merek rokok "gudang garam", ia bukan lagi tentang sebuah tempat menyimpan garam, melainkan telah menjadi rokok. "Dji Sam Soe", bukan lagi angka, melainkan rokok. Dlsb.
Maka, jadilah perokok tidak hanya mengkonsumsi produk rokok, tapi juga nama, kode, merek yang tidak lagi tentang dirinya.
Begitupulah dengan minuman alkohol khas Minahasa, "tjap tikoes". Ini sudah berlapis-lapis pula. "Cap", merek, dan "tikus", binatang penggerat. Ada produk mereknya "tjap gadjah". Jadilah orang mengkonsumsi merek di atas merek. Sebab orang tidak makan tikus apalagi gajah, tapi sebuah produk yang sungguh sudah sangat lain sekali.
Begitu juga dengan keberadaan diri setiap orang. Setiap subjek berusaha mengubah dirinya untuk mendapatkan "harga diri" yang berlipat-lipatdengan menempelkan macam-macam tempelen. Hingga pada akhirnya si subjek itu tak lagi dapat mengenal dirinya sendiri.
Subjek-subjek demikianlah yang membentuk masyarakat, hidup di dalamnya dan dibentuk oleh masyarakat itu. Jadilah masyarakat kita sebagai kumpulan dari orang-orang yang memiliki identitas berlapis-lapis karena reproduksi diri berulang-ulang.
Pada hal produk yang direproduksi berulang-ulang, konsumen sebetulnya tidak mengkonsumsi apa-apa, selain kata dan bahasa. Pada masyarakat produk sejarah reproduksi identitas, sesungguhnya ia hanyalah wacana. Penguasa masyarakat adalah mereka yang memegang kuasa dan kendali wacana. (dennipinontoan, 09/09/2019)

Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

Tragedi Kebudayaan pada Makam Leluhur

Dibuat dengan AI, bing.com SUATU malam, mungkin dua minggu dari sekarang, saya mengambil waktu sejenak berdiri di pinggir jalan. Tepatnya, dekat jalan masuk menuju ke rumah sakit Gunung Maria, Tomohon. Posisi saya berada di tempat parkir sebuah minimarket waralaba.   Di seberang jalan, lampu terang benderang dari sejumlah gedung yang berjejer. Ada gedung retail perabotan rumah tangga dan asesoris. Di sebelahnya ada gedung restoran walaraba. Keduanya adalah perusahaan waralaba international. Sebuah gedung tempat fotocopy milik pengusaha lokal tampak terjepit di antara dua gedung itu. Jalanan yang padat dengan kendaraan makin membuat tempat itu benar-benar seperti kota modern.   Pada jalan ke arah menuju Tondano dan Kawangkoan, di tengah-tengahnya, patung Tololiu terlihat samar, sesekali cahaya lampu kendaraan mengenai wajahnya. Ia bukan sekadar benda. Patung ini adalah artefak, sebuah teks dan narasi tentang heroisme komunitas ini. Tapi, siapa yang peduli dengan itu ketika s...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...