Skip to main content

“Jurnal Predator” Pemangsa Harkat Pengetahuan



HASIL penelitian dua peneliti dari Charles University, Republik Ceko yaitu Vit Machacek dan Martin Srholec yang dirilis di jurnal Quantitative Science Studies tahun 2022 yang berjudul "Predatory publishing in Scopus: Evidence on cross-country differences” menempatkan Indonesia pada urutan kedua sebagai negara yang banyak menerbitkan artikel ilmiah di jurnal predator. Namun, jika membaca keseluruhan hasil penelitian Machacek dan Srholec tersebut, ada hal spesifik yang menarik untuk ditinjau selanjutnya, yaitu terkait kategori bidang penelitian.

Secara umum, jurnal predator menunjuk pada media terbitan ilmiah yang tidak mengikuti kaidah-kaidah penerbitan karya ilmiah, yaitu antara lain tidak melakukan tinjauan sejawat untuk artikel yang dipublikasikan, dan membantu para peneliti/penulis dengan jalan pintas, yaitu membayar publikasi tanpa syarat yang ketat akademik. Jurnal predator, ya katakanlah semacam bisnis layanan jasa penerbitan karya ilmiah.

Selain asal negara, lalu sumber daya di negara tersebut, salah satu kategori yang diteliti adalah bidang penelitian yang meliputi Health Sciences, Life Sciences, Physical Sciences dan Social Sciences. Keempat bidang penelitian ini tentu menunjuk pada berbagai bidang ilmu.
Di bidang Health Sciences (Ilmu Kesehatan), Tiongkok adalah negara yang berada di urutan pertama menerbitkan artikel di jurnal predator di bidang penelitian tersebut. Menyusul Libya, Taiwan, Mesir, Korea Selatan. Indonesia Masuk dalam 20 besar, tepatnya berada di uturan ke-13.

Kemudian untuk bidang Life Sciences (Ilmu Hayati), negara pertama Kazakhstan dengan jumlah persentase yang cukup signifikan. Indonesia juga adalah salah satu negara dalam 20 besar, tepatnya berada di urutan ke-10 dengan presentase yang di bawah jauh dari Kazakhstan.

Untuk bidang penelitian Physical Sciences atau ilmu fisika, Indonesia adalah yang pertama (22.3), menyusul Malaysia (11.77), ketiga Pilipina, dst. Menarik, tiga negara teratas peneliti yang menerbitkan artikel ilmiah dalam bidang fisika adalah negara-negara yang saling berdekatan, dengan pengalaman kolonialisme yang hampir mirip, juga dengan kultur yang saling bertautan.

Dalam bidang penelitian Ilmu Sosial, Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Yamen dan Malaysia dengan persentse 28-29. Urutan pertama adalah Albania. Menariknya, Tiongkok ternyata hanya juara di bidang penelitian bidang kesehatan, sementara pada bidang yang lain tidak termasuk 20 besar. Lebih menarik lagi, selain negara-negara Eropa yang terkenal dengan disiplin akademiknya, Jepang adalah negara di Asia yang tidak masuk daftar 20 besar penyumbang artikel ilmiah di jurnal predator global.

Hal yang penting pula diperhatikan, bahwa penelitian Machacek dan Srholec memberikan gambaran global tentang bidang ilmu yang artikelnya banyak terbit di jurnal-jurnal predator. Bidang ilmu sosial adalah tertinggi pertama, kedua ilmu hayat, ketiga ilmu fisika, keempat ilmu kesehatan. Lalu hal berikut, tampaknya pembagian bidang penelitian tersebut adalah secara global. Sangat mungkin penelitian-penelitian terkait isu agama, teologi dan sejenisnya yang secara fenomenal tren di Indonesia ada dalam kategori bidang penelitian ilmu sosial.
Apakah informasi berdasarkan kategori bidang penelitian menggambarkan pula tentang tren keilmuan di masing-masing negara yang memberi petunjuk tentang keadaan ekonomi dan politiknya? Tentu perlu ada penelian lanjutan yang mesti dilakukan. Untuk sementara, misalnya dapat diajukan beberapa pertanyaan dan pernyataan terkait dengan itu: 

  1. Apakah, misalnya Tiongkok yang teratas di bidang penelitian ilmu kesehatan adalah karena bisnis kesehatan yang berkembang di negara tersebut. Sebaliknya, Tiongkok tidak termasuk negara 20 besar di bidang penelitian ilmu hayat, ilmu fisika dan ilmu sosial karena dunia akademiknya sangat baik di Asia, selain Jepang. Sebaliknya, dengan posisi Indonesia yang berada di urutan ke-13 dengan jumlah presentase yang minim (4.05) tidak langsung dapat memberi gambaran bahwa ilmu kesehatan Indonesia lebih baik dari Tiongkok.
  2. Indonesia menempati urutan pertama di bidang penelitian ilmu fisika. Nah, apakah ini menggambarkan paradigma keilmuan secara umum Indonesia, bahwa karena banyak peneliti menerbitkan artikelnya di jurnal predator, maka bidang ilmu fisikanya tidak lebih baik dari Tiongkok atau beberapa negara Asia lainnya. Jangan-jangan, ungkapan bercanda yang sering terdengar yang berkata begini: “Negara-negara lain sedang berpikir migrasi ke Mars, eh Indonesia justru berpikir ke surga” adalah gambaran tentang masalah tersebut, dan itu benar adanya. Mungkin juga, pada hal-hal tertentu berlaku di bidang penelitian ilmu hayat.
  3. Makin menarik jika dibandingkan dengan bidang penelitian ilmu sosial, yang mungkin penelitian-penelitian keagamaan ada dalam bidang ini, bahwa Indonesia berada di urutan keempat dengan angka presentase yang cukup tinggi (27.21). Sementara Arab Saudi, meskipun masuk 20 besar, tapi presentasenya jauh lebih kecil dari Indonesia (yaitu hanya 4.85).

Penelitian ini sangat menarik. Namun, perlu ada penelitian lanjutan yang bersifat kualitatif untuk mendalami hal-hal penyebab atau juga dampak lebih luas bagi negara dan masyarakat. Sebab, sudah dari awalnya, ilmu pengetahuan tidak pernah bebas dari pengaruh kekuasaan, dan juga dapat mempengaruhi orientasi kekuasaan itu. Sebab bisa jadi, misalnya kebijakan pemerintah kaitan dengan kemiskinan sangat berhubungan dengan kualitas ilmu sosial di negara tersebut. Demikian, jika penelitian dalam bidang ilmu agama berada dalam kategori bidang penelitian ilmu sosial, dan pada ketegori ini Indonesia adalah negara yang para penelitinya banyak menerbitkan artikel ilmiah di jurnal predator, apakah juga menggambarkan cara beragama masyarakatnya secara umum? 

Mengapa angka artikel yang terbit di jurnal predator para peneliti (akademisi) Indonesia sangat Tinggi? Jawaban pertamanya, tentu karena menerbitkan artikel di jurnal internasional terlebih adalah “syarat” karir akademik, bukan “harkat” berpengetahuan. Demi memenuhi syarat itu, maka publikasi diusahakan harus banyak. Pihak lain kemudian menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial. Hukum ekonomi kapitalistis berlaku di sini: komodifikasi! Persaingan pasar terjadi, dan hukum rimba berlaku. Maka, munculah media mutan yang aneh tapi nyata bernama “jurnal predator”, si pemangsa pengetahuan itu. Ia bukan siapa-siapa sebetulnya. Sebab ia adalah buatan dari sistem berpengetahuan yang kolonialistis, positivistis, dan kapitalistis.

Setelah membaca penelitian VMachacek dan Srholec, pada waktu mengakhiri penulisan catatan pendek ini, saya merasa seolah-olah mendapat jawaban atas pertanyaan selama ini yang muncul pada dalam forum-forum ilmiah umum secara nasional, dalam diskusi terbatas, dan lebih khusus dalam forum ujian-ujian tugas akhir mahasiswa, yaitu terkait dengan paradigma keilmuan, metodologi dan pendekatan. Sering terdengar ada dosen berkata kepada mahasiswa yang sedang diujinya:

“Penelitianmu ini, penelitian kualitatif?”

“Iya,” jawab si mahasiswa yang sedang gugup.

“Lalu, mengapa respondenmu hanya segini. Harus tambah respondemu, paling tidak 10% dari populasi yang kau teliti”.

Lalu, si mahasiswa yang menjalani dan hidup dalam tradisi keilmuan yang “malimbuku” ini, hanya diam, tak bisa berkata apa-apa. Dia lihat lagi judul skripsinya ada kata “Kabupaten” di situ. “10 persen dari populasi kabupaten???”

Ya, pada suatu masa cara berpikir dan berpengetahuan yang positivistik, yang kerjanya mengukur dan mengkalkulasi realitas dan makna, memaksa orang-orang pribumi Indonesia untuk berpengetahuan yang saintifik modern Barat tersebut. Lalu, di suatu era, saya sebagai kanak-kanak dan remaja masa itu, di sekolah dasar hingga SMA yang berlaku pada kami adalah, “Murid pinter adalah yang nilai matematikanya tinggi”. Lalu, ketika SMA pilih jurusan A1 atau A2 yang katanya itu yang benar-benar sebabai ilmu. Tapi selesai SMA kuliahnya di teologi, sosiologi, antropologi atau ilmu politik. Demikian, waktu kuliah teologi dulu, tiba-tiba datang seorang teman menunjukkan buku yang baru dibelinya berjudul “Tafsiran Kitab Daniel”, penulisnya adalah seorang begelar Sarjana Teknik. (Denni Pinontoan, 10 Juli 2024). 

 
==================
Hasil penelitian Charles University Vit Machacek dan Martin Srholec yang dirilis di jurnal Quantitative Science Studies tahun  2022 yang berjudul "Predatory publishing in Scopus: Evidence on cross-country differences”dapat dilihat di https://direct.mit.edu/.../Predatory-publishing-in-Scopus dan https://link.springer.com/article/10.1007/s11192-020-03852-4
 

 

Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

Tragedi Kebudayaan pada Makam Leluhur

Dibuat dengan AI, bing.com SUATU malam, mungkin dua minggu dari sekarang, saya mengambil waktu sejenak berdiri di pinggir jalan. Tepatnya, dekat jalan masuk menuju ke rumah sakit Gunung Maria, Tomohon. Posisi saya berada di tempat parkir sebuah minimarket waralaba.   Di seberang jalan, lampu terang benderang dari sejumlah gedung yang berjejer. Ada gedung retail perabotan rumah tangga dan asesoris. Di sebelahnya ada gedung restoran walaraba. Keduanya adalah perusahaan waralaba international. Sebuah gedung tempat fotocopy milik pengusaha lokal tampak terjepit di antara dua gedung itu. Jalanan yang padat dengan kendaraan makin membuat tempat itu benar-benar seperti kota modern.   Pada jalan ke arah menuju Tondano dan Kawangkoan, di tengah-tengahnya, patung Tololiu terlihat samar, sesekali cahaya lampu kendaraan mengenai wajahnya. Ia bukan sekadar benda. Patung ini adalah artefak, sebuah teks dan narasi tentang heroisme komunitas ini. Tapi, siapa yang peduli dengan itu ketika s...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...