Skip to main content

Dukung Blog ini


KIRIM DONASI

Menulis dan merawat blog ini adalah sebuah perjalanan pribadi yang lahir dari kecintaan pada membaca, menulis, dan menggali makna dari sejarah serta pengalaman hidup. Katanisme hadir bukan sekadar untuk mengisi ruang digital dengan kata-kata, melainkan untuk menghadirkan pengetahuan, refleksi, dan inspirasi yang bisa dinikmati bersama. Setiap tulisan yang ada di sini adalah upaya sederhana untuk membuka jendela ke masa lalu, mempertemukan kita dengan tokoh, peristiwa, dan kearifan yang tak lekang oleh waktu.

Namun, tentu saja perjalanan ini membutuhkan dukungan. Saya mengelola blog ini seorang diri, dengan waktu dan tenaga yang terbatas. Untuk itu, saya dengan rendah hati mengajak para pembaca yang merasa mendapatkan manfaat dari tulisan-tulisan di Katanisme untuk turut berkontribusi melalui donasi sukarela. Dukungan Anda, sekecil apa pun, akan sangat berarti dalam menjaga keberlangsungan blog ini, sekaligus mendorong lahirnya konten yang lebih kaya dan bermanfaat.

Dengan membantu, Anda bukan hanya mendukung keberadaan sebuah blog, melainkan juga turut serta dalam menjaga pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan agar terus hidup dan bisa diakses oleh banyak orang. Mari bersama menjadikan Katanisme sebagai ruang belajar, refleksi, dan inspirasi yang terus bertumbuh.

Kirim donasi Anda ke:

BRI no. Rekening:

524501010253537 

a.n. Denni Handris Roni Pinontoan





Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

'Kukis Brudel', Kue dari Belanda yang Populer di Minahasa

Kue Brudel dari Belanda, diperkenalkan di Hindia Belanda oleh Nonna Cornelia dalam buku resepnya, di Minahasa kue jenis ini sangat populer   SETIAP mendekati ‘Hari Besar”, Natal dan Tahun Baru atau acara-acara tertentu, orang-orang Minahasa pasti akan mengingat kukis (kue) yang satu ini: brudel. Kukis brudel dapat dinikmati setelah makan rupa-rupa lauk-pauk dalam pesta-pesta. Juga sangat pas dinikmati bersama kopi atau teh hangat.     Dari mana asal kukis brudel ini? Orang-orang akan menjawab, dari Belanda. Dari zaman kolonial. Tapi bagaimana kisahnya? Resep kukis (kue) brudel atau dalam bahasa Belanda ditulis broeder sudah muncul dalam sebuah resep masakan tahun 1845. Pengarangnya bernama Nonna Cornelia. Buku karangannya yang berjudul Kokki Bitja ataoe Kitab Masakan India diterbitkan dalam bahasa Melayu dicampur bahasa Belanda. Pertama kali terbit tahun tahun 1845, lalu terbit lagi dalam edisi revisi tahun 1859.     “Ambil doea deeg, ...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...