Skip to main content

Pemberontakan Kelompok Musik Tentara KNIL Minahasa ‘De Bliksem’

Artelerie Constructie Wingkel di Bandung. Foto: Tropenmuseum

Kelompok musik yang beranggotakan 40 tentara KNIL asal Minahasa, ‘De Bliksem’ tak tahan didiskriminasi. Tuntutan persamaan hak ditolak  Belanda, mereka pilih jalan berontak.

KIARACONDONG, Bandung, Juli 1927. Sekelompok tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau KNIL lakukan penyerbuan. Sasaran bukan pemberontak pribumi. Kali ini mereka mau mengusai Artelerie Constructie Wingkel (AWC) milik Belanda. Ini sebuah pemberontakan. 

Serangan itu dipimpin Sersan Wuntu, tentara KNIL asal Minahasa. “Mereka dapat menguasai Artelerie Constructie Wingkel (AWC), merampas gudang mesiu dan senjata di Bandung dipimpin oleh Sersan Wuntu,” tulis J.V. Lisangan dalam Perjuangan Pemuda Minahasa, terbit tahun 1995.

Pemicunya adalah diskriminasi yang terus berlangsung di dalam KNIL. ‘De Bliksem’ adalah nama kelompok musik yang  beranggotakan 40 tentara KNIL Minahasa di Bandung. Mereka menolak diskriminasi itu. Kaunang Rotty dan Dondo Manua anggota ‘de Bliksem’ kemudian memimpin perjuangan menuntut persamaan hak dengan tentara KNIL Belanda.

“Tuntutan ini ditolak oleh Belanda dengan keras dan menangkap pemuda Item pada tahun 1927 yang dianiaya sampai meninggal,” jelas Lisangan.

Penangkapan dan penganiayan serta kematian kawan mereka Item, membuat kelompok musik ‘de Bliksem’ marah besar. Berontaklah mereka. Seperti arti nama kelompok musik ini, de bliksem, ‘halilintar’, perlawanan kemudian meluas di beberapa tempat di Jawa Barat, seperti di Cimahi, Bandung, Batujajar, Padalarang dan Preanger.

Tahun 1920, jumlah orang Minahasa yang menjadi tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau KNIL sebanyak 5.930. Lebih banyak dari orang-orang Ambon yang hanya berjumlah 3721, tapi tidak lebih banyak dari Jawa.   

Menjadi soldadu atau tentara, menurut R.Z. Leirisss dalam Minahasa di Awal Perang Kemerdekaan Indonesia, Peristiwa Merah Putih dan Sebab-Musababnya, terbit tahun 1997 bagi pemuda-pemuda Minahasa dirasa memberi dampak positif. Orang-orang muda Minahasa menyaksikan itu dari bekas-bekas tentara yang dikirim pada Perang Jawa tahun 1830 ketika mereka pulang kampung.

“Sebagai bekas tentara mereka mendapat perlakuan istimewa di kampung-kampung, antara lain dibebaskan dari kerja rodi di kebun-kebun kopi dan pekerja-pekerjaan umum,” tulis Leirissa.

Daya tarik lain, menurut Leirissa adalah kesempatan berkunjung ke luar daerah. Kehidupan militer yang serba teratur dan jaminan kesejahteraan, juga menjadi daya tarik tersendiri. 

KNIL dibentuk oleh Gubernur Jenderal van den Bosch tahun 1830, usai Perang Jawa. Alasan dia membentuk KNIL karena “Ketakutannya terhadap perlawanan orang-orang pribumi yang biasa terjadi, dan kerap terjadi, di negeri jajahan, Hindia Belanda,” tulis Petrik Matanasi dalam Sejarah Tentara KNIL terbit tahun 2011.

Tapi di dalam KNIL terdapat diskriminasi. “Pembentukan pola struktural KNIL bisa dibilang sangat rasis,” tambah Matanasi.

Gambarannya, para tentara KNIL dibagi menjadi dua bagian. Golongan Eropa dan pribumi. Tentara KNIL pribumi selalu dalam posisi bawahan. Namun, di medan pertemupuran mereka berada di garis depan.

“Suatu hal yang menarik adalah bahwa dalam abad ke-19 tidak banyak orang Minahasa atau Ambon dijadikan perwira,” ungkap Leirissa.

Pemberontakan ‘de Bliksem’ itu berhasil dipatahkan oleh tentara Belanda dengan kekuatan besar mereka. Menurut Lisangan, akibatnya Delapan orang prajurit dan bintara KNIL pemimpin pemberontakan ini ini kena hukuman penjara oleh Mahkamah Militer.

Bredasche Courant dalam beritanya edisi 13 Desember 1927 menuliskan, Wuntu dan Wenas yang terlibat dalam pemberontakan Juli itu diancam hukuman seumur hidup.  Limburger Koerier edisi 13 Januari 1928 memberitakan, keduanya adalah tentara KNIL asal Manado Kompi 2, Batalion Infantri 15 di Bandung. “Perlawanan bersenjata yang menggunakan revolver tersebut diancam hukuman mati,” tulis koran ini.

Setelah melalui proses pengadilan akhirnya Fusselir Mingkit Wenas dijatuhi hukuman 19 tahun penjara. Kopral Tangkudung 17 tahun. Worselaar Bolang 16 tahun. Paul Nelman, Boos Karamoy bersaudara, Koloway dan Pangemanan masing-masing 15 tahun penjara.

_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.

Makase banyak.

Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...

Tragedi Kebudayaan pada Makam Leluhur

Dibuat dengan AI, bing.com SUATU malam, mungkin dua minggu dari sekarang, saya mengambil waktu sejenak berdiri di pinggir jalan. Tepatnya, dekat jalan masuk menuju ke rumah sakit Gunung Maria, Tomohon. Posisi saya berada di tempat parkir sebuah minimarket waralaba.   Di seberang jalan, lampu terang benderang dari sejumlah gedung yang berjejer. Ada gedung retail perabotan rumah tangga dan asesoris. Di sebelahnya ada gedung restoran walaraba. Keduanya adalah perusahaan waralaba international. Sebuah gedung tempat fotocopy milik pengusaha lokal tampak terjepit di antara dua gedung itu. Jalanan yang padat dengan kendaraan makin membuat tempat itu benar-benar seperti kota modern.   Pada jalan ke arah menuju Tondano dan Kawangkoan, di tengah-tengahnya, patung Tololiu terlihat samar, sesekali cahaya lampu kendaraan mengenai wajahnya. Ia bukan sekadar benda. Patung ini adalah artefak, sebuah teks dan narasi tentang heroisme komunitas ini. Tapi, siapa yang peduli dengan itu ketika s...