Sunday, September 2, 2018

Pemberontakan Kelompok Musik Tentara KNIL Minahasa ‘De Bliksem’

Artelerie Constructie Wingkel di Bandung. Foto: Tropenmuseum

Kelompok musik yang beranggotakan 40 tentara KNIL asal Minahasa, ‘De Bliksem’ tak tahan didiskriminasi. Tuntutan persamaan hak ditolak  Belanda, mereka pilih jalan berontak.

KIARACONDONG, Bandung, Juli 1927. Sekelompok tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau KNIL lakukan penyerbuan. Sasaran bukan pemberontak pribumi. Kali ini mereka mau mengusai Artelerie Constructie Wingkel (AWC) milik Belanda. Ini sebuah pemberontakan. 

Serangan itu dipimpin Sersan Wuntu, tentara KNIL asal Minahasa. “Mereka dapat menguasai Artelerie Constructie Wingkel (AWC), merampas gudang mesiu dan senjata di Bandung dipimpin oleh Sersan Wuntu,” tulis J.V. Lisangan dalam Perjuangan Pemuda Minahasa, terbit tahun 1995.

Pemicunya adalah diskriminasi yang terus berlangsung di dalam KNIL. ‘De Bliksem’ adalah nama kelompok musik yang  beranggotakan 40 tentara KNIL Minahasa di Bandung. Mereka menolak diskriminasi itu. Kaunang Rotty dan Dondo Manua anggota ‘de Bliksem’ kemudian memimpin perjuangan menuntut persamaan hak dengan tentara KNIL Belanda.

“Tuntutan ini ditolak oleh Belanda dengan keras dan menangkap pemuda Item pada tahun 1927 yang dianiaya sampai meninggal,” jelas Lisangan.

Penangkapan dan penganiayan serta kematian kawan mereka Item, membuat kelompok musik ‘de Bliksem’ marah besar. Berontaklah mereka. Seperti arti nama kelompok musik ini, de bliksem, ‘halilintar’, perlawanan kemudian meluas di beberapa tempat di Jawa Barat, seperti di Cimahi, Bandung, Batujajar, Padalarang dan Preanger.

Tahun 1920, jumlah orang Minahasa yang menjadi tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau KNIL sebanyak 5.930. Lebih banyak dari orang-orang Ambon yang hanya berjumlah 3721, tapi tidak lebih banyak dari Jawa.   

Menjadi soldadu atau tentara, menurut R.Z. Leirisss dalam Minahasa di Awal Perang Kemerdekaan Indonesia, Peristiwa Merah Putih dan Sebab-Musababnya, terbit tahun 1997 bagi pemuda-pemuda Minahasa dirasa memberi dampak positif. Orang-orang muda Minahasa menyaksikan itu dari bekas-bekas tentara yang dikirim pada Perang Jawa tahun 1830 ketika mereka pulang kampung.

“Sebagai bekas tentara mereka mendapat perlakuan istimewa di kampung-kampung, antara lain dibebaskan dari kerja rodi di kebun-kebun kopi dan pekerja-pekerjaan umum,” tulis Leirissa.

Daya tarik lain, menurut Leirissa adalah kesempatan berkunjung ke luar daerah. Kehidupan militer yang serba teratur dan jaminan kesejahteraan, juga menjadi daya tarik tersendiri. 

KNIL dibentuk oleh Gubernur Jenderal van den Bosch tahun 1830, usai Perang Jawa. Alasan dia membentuk KNIL karena “Ketakutannya terhadap perlawanan orang-orang pribumi yang biasa terjadi, dan kerap terjadi, di negeri jajahan, Hindia Belanda,” tulis Petrik Matanasi dalam Sejarah Tentara KNIL terbit tahun 2011.

Tapi di dalam KNIL terdapat diskriminasi. “Pembentukan pola struktural KNIL bisa dibilang sangat rasis,” tambah Matanasi.

Gambarannya, para tentara KNIL dibagi menjadi dua bagian. Golongan Eropa dan pribumi. Tentara KNIL pribumi selalu dalam posisi bawahan. Namun, di medan pertemupuran mereka berada di garis depan.

“Suatu hal yang menarik adalah bahwa dalam abad ke-19 tidak banyak orang Minahasa atau Ambon dijadikan perwira,” ungkap Leirissa.

Pemberontakan ‘de Bliksem’ itu berhasil dipatahkan oleh tentara Belanda dengan kekuatan besar mereka. Menurut Lisangan, akibatnya Delapan orang prajurit dan bintara KNIL pemimpin pemberontakan ini ini kena hukuman penjara oleh Mahkamah Militer.

Bredasche Courant dalam beritanya edisi 13 Desember 1927 menuliskan, Wuntu dan Wenas yang terlibat dalam pemberontakan Juli itu diancam hukuman seumur hidup.  Limburger Koerier edisi 13 Januari 1928 memberitakan, keduanya adalah tentara KNIL asal Manado Kompi 2, Batalion Infantri 15 di Bandung. “Perlawanan bersenjata yang menggunakan revolver tersebut diancam hukuman mati,” tulis koran ini.

Setelah melalui proses pengadilan akhirnya Fusselir Mingkit Wenas dijatuhi hukuman 19 tahun penjara. Kopral Tangkudung 17 tahun. Worselaar Bolang 16 tahun. Paul Nelman, Boos Karamoy bersaudara, Koloway dan Pangemanan masing-masing 15 tahun penjara.

_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.

Makase banyak.

No comments :

Post a Comment