Pemilu pertama di Indonesia dengan
sistem pemilihan langsung dilaksanakan di Minahasa pada tahun 1951.
“Rakjat! Pilihlah Jang Berani dan
Djudjur” begitu bunyi sebuah iklan kampanye di Minahasa tahun 1951. Sampai bulan Juni tahun itu, rakyat sibuk dengan kampanye
dan propaganda politik oleh partai politik maupun para calon anggota dewan
daerah tingkat II Minahasa.
Suasana selama kampanye sangat ramai.
Siapapun yang memiliki hak dipilih terbuka untuk mencalonkan diri melalui
partai-partai politik. Propaganda dilancarkan oleh para pendukung. Orang-orang
berkumpul dalam acara pesta-pesta yang dibuat oleh para calon.
Partai dan calon bahu-membahu membiayai
kampanye. Pamfel dan spanduk-spanduk kampanye dipajang menghiasi tempat-tempat
umum. Panitia pemilihan giat melakukan sosialisasi
kepada rakyat Minahasa, antara lain menggunakan bendi.
Mobil-mobil ditempeli plakat-plakat yang menarik perhatian banyak
orang. Murid-murid sekolah juga dimobilisir. Keramaian ini disebabkan adanya
anggapan umum, bahwa menjadi anggota DPR adalah suatu kehormatan besar.
“Mobil2 dipakai djuga dalam mendjalankan kampanje ini, dengan
menempelkan plakat2 jang menjolok mata, untuk propaganda. Sampai murid2 sekolah
dibajar dibudjuki oleh guru2nja jang menguntungkan partainja, sehingga hari2
itu segala perhatian rakjat tertudju kepada hasil pemilihan umum itu,” demikian
tulis Majalah Merdeka, 1 Desember 1951 dalam laporannya berjudul, “Pemilihan
Umum: Dari Rakjat, untuk Kepentingan Rakjat” seperti dikutip M. Nazir Salim
dalam bukunya Membayangkan Demokrasi
Menghadirkan Pesta, Pemilihan Umum Yogyakarta Tahun 1951 terbit tahun 2013.
Berita itu mengutip laporan pemantauan kampanye Pemilu tahun 1951
di Minahasa oleh utusan kementerian dalam negeri Suwarno.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa itu, Mas
Sartono memberi komentar tentang persiapan Pemilu di Minahasa setelah melakukan
tinjauan langsung di daerah ini. “Tur saya ke Indonesia Timur terutama
bertujuan untuk merekam situasi di Minahasa. Daerah ini dihuni oleh 95%
penduduk yang melek huruf, sehingga memberi harapan bagi kondisi yang sangat
menguntungkan untuk kelancaran pemilihan, " kata ketua parlemen Mr Raden
Mas Sartono seperti diberitakan Algemeen Indisch
Dagblad edisi 18 Mei 1951.
Ini
adalah pemilu pertama di Indonesia. Di Minahasa sendiri, sebelumnya sudah
dilakukan dua kali pemilu dalam skala lokal. Selain Minahasa, daerah lain yang
melakukan pemilu pada tahun itu adalah Yogyakarta.
Berbeda
dengan di Yogyakarta yang menggunakan sistem pemilihan bertingkat, di Minahasa
sistem yang dipakai adalah ‘langsung’. Sebab adanya perbedaan karena sebetulnya
Pemilu tahun 1951 ini
adalah ‘Pemilu Uji Coba’.
Menurut Salim, soal di
belakangnnya begini. Pada bulan Februari
1951, kabinet Natsir
memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU)
pemilihan umum
dengan sistem pemilihan tidak langsung
(bertingkat). Namun RUU itu tidak jadi disahkan karena kabinet Natsir keburu
bubar. Kabinet Sukiman sebagai penerus juga tidak melanjutkan karena parlemen
menolak RUU itu. Itulah sehingga akhirnya dilakukan ‘uji coba’ pemilihan guna
untuk mendapatkan rujukan dalam merumuskan sistem pemilihan. Jadilah, pemilihan lokal Minahasa menggunakan sistem
pilihan langsung, Yogyakarta secara bertingkat, dan Kota Makassar tahun 1952
secara langsung.
Kamis, 14 Juni 1951 tibalah
hari H pemungutan suara. Masyarakat Kabupaten Minahasa beramai-ramai menuju ke
tempat pemungutan suara. Para pemilih ini akan memilih 25 anggota di dewan. Jumlah pemilih di Minahasa waktu sebanyak 209.992, pemilih aktif ± 150.000. Sementara
jumlah total penduduk, sebanyak 503.929
jiwa.
“Satu anggota DPR Daerah Minahasa dipilih oleh
6.000 pemilih,” tulis Salim.
Jadwal memilih antara perempuan dan laki-laki berbeda. Pukul 08.00-12.00 khusus kaum laki-laki. Pukul 12.00-17.00 khusus untuk pemilih
perempuan. Cara pemilihan dilakukan
secara langsung.
Menurut Salim, cara pemilihan langsung dapat diterapkan dalam
Pemilu di Minahasa karena mempertimbangkan tingkat melek huruf yang tinggi dan
pengalaman mengikuti pemilu sebelumnya.
“Pemilihan
umum di Minahasa adalah yang pertama diadakan di Indonesia,” kata Raden Mas Sartono.
“Pemilihan
langsung di Minahasa dirasa jauh lebih hangat dan memiliki pengaruh luas bagi
masyarakat,” kata Salim.
_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan.
Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com.
Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama
'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk
diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap
terlebih dahulu menghubungi penulis.
Makase banyak.
Makase banyak.
Comments
Post a Comment