Skip to main content

Ibadah Natal di Gereja Sentrum Tondano dan Menteri Muslim






HARI Natal, 25 Desember 1951. Wakil Perdana Menteri Raden Suwiryo berkunjung ke Tondano, Minahasa. Ia di temani dua menteri. Menteri Sosial Sjamsuddin Sutan Makmur dan yang satu lagi asal Minahasa, menteri Penerangan Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu. Tidak hanya sekadar berkunjung, Suwiryo dan Sjamsuddin yang beragama Islam itu juga mengikuti ibadah Natal di dalam gedung gereja GMIM Sentrum Tondano. Mereka ini duduk dalam kabinet Kabinet Sukiman-Suwirjo.

Sebelum ke Tondano, para petinggi negara ini terlebih dahulu mengunjungi makam Tuanku Imam Bonjol di Lota, Pineleng.

“Setelah kunjungan ini, para menteri beragama Islam, Suwirjo dan Sjamsuddin menghadiri kebaktian di gereja darurat Tondano untuk pertama kalinya,” tulis Java-bode, koran berbahasa Belanda yang terbit di Batavia dalam terbitannya edisi 28 Desember 1951.   

Wakil Perdana Menteri Raden Suwiryo adalah seorang tokoh pergerakan kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, tanggal 17 Februari 1903. Semasa muda ia aktif di organisasi pergerakan pemuda Jong Java lalu kemudian bergabung di Partai Nasional Indonesia (PNI). Ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dari 27 April 1951 hingga 3 April 1952.

Menteri Sosial Sjamsuddin Sutan Makmur adalah seorang tokoh PNI kelahiran Pangkalan Brandan, Sumatera, tahun 1909. Sementara, menteri Penerangan Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu adalah tokoh pergerakan asal Minahasa. Ia lahir di Manado pada tanggal 4 Desember 1896 dari keluarga terkemuka di masa itu.  Ayahnya bernama Karel Charles Wilson Mononutu dan ibunya bernama Agustina van der Slot. Namanya mengambil nama sang kakek, Arnold Mononutu, orang Minahasa pertama yang menyelesaikan studi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Batavia. 

Ibadah Natal itu dilaksanakan di gedung darurat.  Gedung lama gereja ini rusak akibat terkena bom di masa pendudukan Jepang. Gedung gereja lama sudah dibangun sejak pertengahan abad 19. Ketika Zendeling Johann Fredrich Riedel pertama ke sana Oktober 1831, gedung gereja yang tersedia terbuat dari kayu dengan ukuran kecil. Gedung gereja itu hancur akibat gempa bumi yang dahsyat beberapa tahun setelah kedatangan Riedel.  Akibat kerusakan itu, zendeling Hessel Rooker bersama jemaat mengusahakan pembangunan gedung gereja yang lebih besar.

“Gereja darurat ini telah menggantikan gereja tua di tempat ini, yang merupakan yang terbesar di Indonesia, tetapi dibom selama pendudukan Jepang,” tulis Java-bode.
Setelah kebaktian Natal, Wakil Perdana Menteri Suwiryo menyampaikan pidatonya. Ia mengatakan, tulis Java-bode, iman dan kekuatan batin yang kuat diperlukan untuk membangun manusia, masyarakat, dan negara.

Setelah mengikuti ibadah Natal, para petinggi negara ini kemudian mengunjungi makam G.S.S.J. Ratu Langi. Di sana mereka meletakkan bunga di makam tokoh Minahasa itu.  

 

_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.

Makase banyak.








Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

Tragedi Kebudayaan pada Makam Leluhur

Dibuat dengan AI, bing.com SUATU malam, mungkin dua minggu dari sekarang, saya mengambil waktu sejenak berdiri di pinggir jalan. Tepatnya, dekat jalan masuk menuju ke rumah sakit Gunung Maria, Tomohon. Posisi saya berada di tempat parkir sebuah minimarket waralaba.   Di seberang jalan, lampu terang benderang dari sejumlah gedung yang berjejer. Ada gedung retail perabotan rumah tangga dan asesoris. Di sebelahnya ada gedung restoran walaraba. Keduanya adalah perusahaan waralaba international. Sebuah gedung tempat fotocopy milik pengusaha lokal tampak terjepit di antara dua gedung itu. Jalanan yang padat dengan kendaraan makin membuat tempat itu benar-benar seperti kota modern.   Pada jalan ke arah menuju Tondano dan Kawangkoan, di tengah-tengahnya, patung Tololiu terlihat samar, sesekali cahaya lampu kendaraan mengenai wajahnya. Ia bukan sekadar benda. Patung ini adalah artefak, sebuah teks dan narasi tentang heroisme komunitas ini. Tapi, siapa yang peduli dengan itu ketika s...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...