Monday, December 30, 2019

J.A. Mattern dan Awal Kekristenan di Tomohon



Rumah Jaga dan pemandangan negeri di Minahasa abad 19

Zendeling J.A. Mattern dikenal sebagai perintis kekristenan di Tomohon, tapi orang Tomohon yang menjadi Kristen sudah ada sebelum kedatangannya


JUNI 1838 datang seorang zendeling dan istrinya di distrik Tomohon yang juga melayani di distrik Sarongsong. Namanya Johan Adam Mattern. Dia diutus oleh NZG mulanya khusus untuk mengurus percetakan.  

Mattern lahir di Spiers pada tahun 1807. Istri pertamanya yang datang bersama dia ke Tomohon bernama Jacoba Oudshoff.

Ia menempuh pendidikan sebagai zendeling selang tahun 1829 sampai tahun 1832. Pertama-tama di Berlin lalu dilanjutkan di Rotterdam. Setelah selesai dengan pendidikannya ia diutus oleh NZG ke Hindia Belanda. Tahun 1835 ia tiba di Manado.
Setelah setahun di Tomohon, Mattern dan keluarga merasa bahagia karena sudah dapat memiliki rumah yang bagus. Keluarga ini sudah bisa menerima tamu di rumah itu.

"Dengan perasaan bahagia dan bersyukur kami dapat pindah ke rumah baru kami hari ini. Interior rumah kami dipuji oleh semua orang, dan kami sangat berterima kasih kepada Dewan, yang telah memberi kami apa yang dibutuhkan untuk pembangunan,” tulis Mattern  pada 17 Agustus 1839 seperti termuat pada buletin bulanan NZG, Maandberigt Van Het Nederlandsche Zendelinggenootschap, edisi bulan Juni tahun 1841.

Rumah mereka yang baru itu terdiri dari dua lantai. Bagian atasnya berfungsi sebagai rumah. Lantai pertama untuk mesin cetak dan kegiatan percetakan.

Dalam catatan hariannya Juli 1839 hingga Juni 1840 yang termuat pada buletin bulanan NZG itu,  Mattern menulis bahwa pada bulan Januari 1840 ia telah memulai menjalankan katekisasi bagi sepuluh orang muda, termasuk para guru di Tomohon dan Sarongsong. Tapi, tulis Mattern, jumlah itu segera berkurang menjadi hanya tujuh orang.

Mattern dan istrinya berhadapan dengan orang-orang di Tomohon dan Sarongsong yang masih kuat mempraktekkan foso atau ritual agama Minahasa.

“Pada bulan ini orang-orang lagi sibuk dengan festival tahunan, lebih dari tahun lalu. Saya tersentuh ketika saya melihat bahwa bagi sebagian orang kata-kata saya tidak memiliki pengaruh sedikit pun,” tulis Mattern pada bulan November 1839. 

Baik Mayor di Tomohon, maupun Mayor Sarongsong keduanya adalah imam kepala yang memimpin ritual tersebut. Kata Mattern meski kedua mayor ini meski belum berminat dengan agama Kristen tapi mereka telah mendorong beberapa anak mudanya untuk menjadi siswa di sekolah yang dipimpin oleh Mattern.

“Namun, beberapa orang muda, yang juga didorong oleh sang Mayor untuk berpartisipasi, tetap teguh pada apa yang saya dengar, dan bahkan mengunjungi pertemuan kami sejak saat itu dengan lebih setia,” tulis Mattern.  

"Pada bulan Desember (tahun 1839), Mattern menemukan kesempatan  untuk memberikan Baptisan Suci kepada enam murid yang telah tinggal bersamanya selama sekitar satu tahun,” demikian tercatat pada buletin itu.  

Pada 9 Februari 1840 Mattern kembali membaptis empat orang. Mereka adalah remaja-remaja yang telah belajar membaca bersama istri Mattern dan dua remaja lagi yang lain.
Pada bulan Januari 1840, Mayor Tomohon memintanya untuk mendirikan sekolah di dua negeri di distriknya, Tataaran dan Panggolombian, yang belum memiliki sekolah. Demikian juga mayor Sarongsong, meminta dia untuk mendirikan sekolah di distriknya. 

Beberapa muridnya yang kelak menjadi guru dan penolong di masa N. Ph. Wilken adalah S. Elias, C. Wohon, J. Tumbelaka, A. Wayong. Tercatat di majalah NZG (Mededeelingen tahun 1868 ) guru yang membantunya waktu itu adalah E. Lasut.     

Mattern kemudian menghadapi situasi sulit. Pada satu pihak ia senang karena ada permintaan mendirikan sekolah-sekolah lebih banyak, namun masalah lain adalah ketersediaan tenaga.  Hal lain yang cukup berat dia alami adalah kematian istrinya Jacoba Oudshoff pada Oktober 1840. Jacoba memiliki peran besar dalam pekerjannya sebagai zendeling dan juga tugas menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Melayu dan mencetaknya menjadi buku-buku pelajaran.

Juni 1841 Mattern kemudian menikah lagi dengan Johanna Eleonora Petronella Jungmichel.

Tidak berapa lama dari pernikahan itu dengan banyak tugas yang berat, November 1842 Mattern mengalami sakit yang serius. Ia lalu dirawat di Manado. Tapi, 7 Desember 1842 ia meninggal dunia di usia yang masih muda, 35 tahun. Sesuai pesannya, jenasahnya kemudian di antar ke Tomohon pada 8 Desember untuk dimakamkan di sana bersama istrinya Jacoba. 

“Tanggal 8 Desember jenasahnya dibawa dari Menado ke Tomohon, dan ditemani beberapa teman, termasuk Schwarz dan saudara Wilken dan aku, istrinya dimakamkan di sana, sesuai dengan keinginan almarhum,” tulis Riedel seperti termuat pada buletin bulanan NZG edisi Juli 1843.

Kekristenan di Tomohon Sebelum Mattern
Apakah kekristenan pertama kali diperkenalkan di Tomohon nanti kedatangan Mattern? Sebelum Mattern, J.G. Hellendoorn telah ditempatkan oleh NZG untuk bertugas di Manado. Dia sesekali berkunjung ke pegunungan Minahasa untuk melayani di sana. Para kepala di beberapa walak meminta dia untuk mengirimkan guru-guru. Tidak terdapat informasi bahwa Hellendoorn telah membaptis orang-orang di Tomohon.

Tapi, buletin bulanan NZG, Maandberigt Van Het Nederlandsche Zendelinggenootschap, edisi tahun 1832, No. 11 memuat sebuah laporan perjalanan (yang mungkin berkisar di bulan September tahun 1831) yang menyebutkan:  

"Di Tomohon kami menemukan seorang lelaki yang setelah kembali dan dibaptis dengan pasukan Jawa, telah mendirikan sekolah kecil atas kemauannya sendiri, di mana ia mengajar beberapa anak-anak membaca dan pengetahuan agama Kristen,” tulis laporan tersebut.

Siapa lelaki yang disebut itu? Laporan tersebut tidak menyebut namanya. Tapi memang, sebelum Mattern datang, tahun 1833 di Tomohon sudah berdiri 1 satu sekolah. Di Sarongsong nanti berdiri ketika kurang lebih setahun dia bertugas di sini. Catatan tersebut disebutkan dalam Overzicht Van De Zendingen, Zendingposten, Zendelingen, Onderwijzers en Scholen buku terbitan NZG. Total murid sebanyak 20 orang.
Sangat mungkin yang dimaksud dengan ‘pasukan Jawa’, salah satu petunjuk identitas lelaki yang disebutkan itu menunjuk pada Perang Jawa yang terjadi tahun 1825-1830. Para kepala Minahasa, termasuk di Tomohon telah merekrut pemuda untuk dikirim ke Jawa membantu Belanda dalam perang itu. Mereka disebut ‘pasukan Tulungan’.

Nicolaus Graafland dalam De Minahassa, terbitan tahun 1898 (hal. 87) menyebut dua nama dari Tomohon dan Sarongsong yang menjadi pasukan ‘tulungan’, yaitu Mangulu dan Mandagi. Mereka mendapat gelar ‘kapitein’. Mangulu adalah seorang kepala di bawah mayor Tomohon Mangagantung.

Johann Frederik Riedel dalam laporannya ketika pertama kali mengunjungi pegununan Minahasa bersama Johan Gottlieb Schwarz dan J.G. Hellendoorn mengisahkan pertemuannya dengan seorang bekas pasukan yang dikirim ke Jawa, dan kini ia adalah kepala sekolah.

"Tuan," kata kepala sekolah itu kepada Riedel dalam bahasa Melayu., "Saya tahu betul bahwa Anda memiliki buku orang kulit putih dari mana Anda mendapatkan semua pengetahuan Anda, yang sebenarnya itu adalah dua buku.”

Lelaki itu melanjutkan dan Riedel menyimaknya secara antuasias: “Saya telah melihat dan membaca Perjanjian Baru sendiri, tetapi Perjanjian Lama harus bahkan lebih luar biasa, karena saya telah mendengar bahwa itu menggambarkan penciptaan dunia. Karena saya sudah di Jawa, saya tidak lagi percaya pada sejarah Loemimoeoet. Tapi sekarang saya ingin tahu bagaimana dunia dan orang-orang diciptakan."

Riedel senang mendengar perkataan sang kepala sekolah itu. Dia kemudian mengambil alkitabnya yang berbahasa Melayu dan menjelaskan apa yang ditanya oleh kepala sekolah itu.  Demikian dicatat R. Grundemann dalam Johan Frederik Riedel, Een levensbeeld uit de Minahasa op Celebes III (Rotterdam: M. Wyt & Zonen,1874).

Jika benar lelaki itu adalah Mangulu, dan ketika bertemu dengan Riedel dia adalah kepala sekolah, maka sangat cocok dengan apa yang disebutkan dalam laporan NZG tahun 1832 tersebut. Dengan demikian, orang Tomohon yang menjadi Kristen dengan cara dibaptis tidak nanti terjadi pada tahun 1839 di masa Mattern. Tentang apakah kepala sekolah orang Tomohon itu dibaptis di Tomohon atau di Jawa, itu yang belum jelas.

Satu hal yang sudah jelas, bahwa telah sejak awal tahun 1830-an ada orang Tomohon yang dibaptis menjadi Kristen. Bukan nanti akhir. (*)  



_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.


*Jika anda ingin menghubungi saya terkait dengan artikel yang dibaca di blog ini, atau untuk menyampaikan sesuatu boleh melalui: 
dpinontoan6@gmail.com

 082187097616 

No comments :

Post a Comment