Zendeling J.A. Mattern
dikenal sebagai perintis kekristenan di Tomohon, tapi orang Tomohon yang
menjadi Kristen sudah ada sebelum kedatangannya
JUNI 1838 datang seorang zendeling dan istrinya di distrik Tomohon yang juga
melayani di distrik Sarongsong. Namanya Johan Adam Mattern. Dia diutus oleh NZG
mulanya khusus untuk mengurus percetakan.
Mattern lahir di
Spiers pada tahun 1807. Istri pertamanya yang datang bersama dia ke Tomohon
bernama Jacoba Oudshoff.
Ia menempuh
pendidikan sebagai zendeling selang tahun 1829 sampai tahun 1832. Pertama-tama
di Berlin lalu dilanjutkan di Rotterdam. Setelah selesai dengan pendidikannya
ia diutus oleh NZG ke Hindia Belanda. Tahun 1835 ia tiba di Manado.
Setelah setahun
di Tomohon, Mattern dan keluarga merasa bahagia karena sudah dapat memiliki
rumah yang bagus. Keluarga ini sudah bisa menerima tamu di rumah itu.
"Dengan perasaan
bahagia dan bersyukur kami dapat pindah ke rumah baru kami hari ini. Interior
rumah kami dipuji oleh semua orang, dan kami sangat berterima kasih kepada
Dewan, yang telah memberi kami apa yang dibutuhkan untuk pembangunan,” tulis
Mattern pada 17 Agustus 1839 seperti termuat
pada buletin bulanan NZG, Maandberigt Van
Het Nederlandsche Zendelinggenootschap, edisi bulan Juni tahun 1841.
Rumah mereka yang
baru itu terdiri dari dua lantai. Bagian atasnya berfungsi sebagai rumah.
Lantai pertama untuk mesin cetak dan kegiatan percetakan.
Dalam catatan
hariannya Juli 1839 hingga Juni 1840 yang termuat pada buletin bulanan NZG
itu, Mattern menulis bahwa pada bulan
Januari 1840 ia telah memulai menjalankan katekisasi bagi sepuluh orang muda,
termasuk para guru di Tomohon dan Sarongsong. Tapi, tulis Mattern, jumlah itu
segera berkurang menjadi hanya tujuh orang.
Mattern dan
istrinya berhadapan dengan orang-orang di Tomohon dan Sarongsong yang masih
kuat mempraktekkan foso atau ritual
agama Minahasa.
“Pada bulan ini
orang-orang lagi sibuk dengan festival tahunan, lebih dari tahun lalu. Saya
tersentuh ketika saya melihat bahwa bagi sebagian orang kata-kata saya tidak
memiliki pengaruh sedikit pun,” tulis Mattern pada bulan November 1839.
Baik Mayor di
Tomohon, maupun Mayor Sarongsong keduanya adalah imam kepala yang memimpin
ritual tersebut. Kata Mattern meski kedua mayor ini meski belum berminat dengan
agama Kristen tapi mereka telah mendorong beberapa anak mudanya untuk menjadi
siswa di sekolah yang dipimpin oleh Mattern.
“Namun, beberapa
orang muda, yang juga didorong oleh sang Mayor untuk berpartisipasi, tetap
teguh pada apa yang saya dengar, dan bahkan mengunjungi pertemuan kami sejak
saat itu dengan lebih setia,” tulis Mattern.
"Pada bulan
Desember (tahun 1839), Mattern menemukan kesempatan untuk memberikan Baptisan Suci kepada enam
murid yang telah tinggal bersamanya selama sekitar satu tahun,” demikian
tercatat pada buletin itu.
Pada 9 Februari
1840 Mattern kembali membaptis empat orang. Mereka adalah remaja-remaja yang
telah belajar membaca bersama istri Mattern dan dua remaja lagi yang lain.
Pada bulan
Januari 1840, Mayor Tomohon memintanya untuk mendirikan sekolah di dua negeri
di distriknya, Tataaran dan Panggolombian, yang belum memiliki sekolah. Demikian
juga mayor Sarongsong, meminta dia untuk mendirikan sekolah di distriknya.
Beberapa muridnya
yang kelak menjadi guru dan penolong di
masa N. Ph. Wilken adalah S. Elias, C. Wohon, J. Tumbelaka, A. Wayong. Tercatat
di majalah NZG (Mededeelingen tahun
1868 ) guru yang membantunya waktu itu adalah E. Lasut.
Mattern kemudian
menghadapi situasi sulit. Pada satu pihak ia senang karena ada permintaan
mendirikan sekolah-sekolah lebih banyak, namun masalah lain adalah ketersediaan
tenaga. Hal lain yang cukup berat dia
alami adalah kematian istrinya Jacoba Oudshoff pada Oktober 1840. Jacoba
memiliki peran besar dalam pekerjannya sebagai zendeling dan juga tugas
menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Melayu dan mencetaknya menjadi
buku-buku pelajaran.
Juni 1841 Mattern
kemudian menikah lagi dengan Johanna Eleonora Petronella Jungmichel.
Tidak berapa lama
dari pernikahan itu dengan banyak tugas yang berat, November 1842 Mattern
mengalami sakit yang serius. Ia lalu dirawat di Manado. Tapi, 7 Desember 1842
ia meninggal dunia di usia yang masih muda, 35 tahun. Sesuai pesannya,
jenasahnya kemudian di antar ke Tomohon pada 8 Desember untuk dimakamkan di
sana bersama istrinya Jacoba.
“Tanggal 8
Desember jenasahnya dibawa
dari Menado ke Tomohon, dan ditemani beberapa teman, termasuk Schwarz dan saudara Wilken dan aku, istrinya
dimakamkan di sana, sesuai dengan keinginan almarhum,” tulis Riedel seperti termuat pada buletin bulanan NZG
edisi Juli 1843.
Kekristenan di Tomohon Sebelum Mattern
Apakah
kekristenan pertama kali diperkenalkan di Tomohon nanti kedatangan Mattern?
Sebelum Mattern, J.G. Hellendoorn telah ditempatkan oleh NZG untuk bertugas di
Manado. Dia sesekali berkunjung ke pegunungan Minahasa untuk melayani di sana.
Para kepala di beberapa walak meminta
dia untuk mengirimkan guru-guru. Tidak terdapat informasi bahwa Hellendoorn
telah membaptis orang-orang di Tomohon.
Tapi, buletin
bulanan NZG, Maandberigt Van Het
Nederlandsche Zendelinggenootschap, edisi tahun 1832, No. 11 memuat sebuah laporan
perjalanan (yang mungkin berkisar di bulan September tahun 1831) yang menyebutkan:
"Di Tomohon kami
menemukan seorang lelaki yang setelah kembali dan dibaptis dengan pasukan Jawa,
telah mendirikan sekolah kecil atas kemauannya sendiri, di mana ia mengajar
beberapa anak-anak membaca dan pengetahuan agama Kristen,” tulis laporan
tersebut.
Siapa lelaki yang
disebut itu? Laporan tersebut tidak menyebut namanya. Tapi memang, sebelum
Mattern datang, tahun 1833 di Tomohon sudah berdiri 1 satu sekolah. Di Sarongsong
nanti berdiri ketika kurang lebih setahun dia bertugas di sini. Catatan
tersebut disebutkan dalam Overzicht Van
De Zendingen, Zendingposten, Zendelingen, Onderwijzers en Scholen buku
terbitan NZG. Total murid sebanyak 20 orang.
Sangat mungkin
yang dimaksud dengan ‘pasukan Jawa’, salah satu petunjuk identitas lelaki yang
disebutkan itu menunjuk pada Perang Jawa yang terjadi tahun 1825-1830. Para
kepala Minahasa, termasuk di Tomohon telah merekrut pemuda untuk dikirim ke
Jawa membantu Belanda dalam perang itu. Mereka disebut ‘pasukan Tulungan’.
Nicolaus
Graafland dalam De Minahassa, terbitan
tahun 1898 (hal. 87) menyebut dua nama dari Tomohon dan Sarongsong yang menjadi
pasukan ‘tulungan’, yaitu Mangulu dan Mandagi. Mereka mendapat gelar ‘kapitein’.
Mangulu adalah seorang kepala di bawah mayor Tomohon Mangagantung.
Johann Frederik
Riedel dalam laporannya ketika pertama kali mengunjungi pegununan Minahasa
bersama Johan Gottlieb Schwarz dan J.G. Hellendoorn mengisahkan pertemuannya
dengan seorang bekas pasukan yang dikirim ke Jawa, dan kini ia adalah kepala
sekolah.
"Tuan," kata kepala sekolah itu
kepada Riedel dalam bahasa Melayu., "Saya tahu betul bahwa Anda memiliki buku orang kulit putih dari mana Anda mendapatkan
semua pengetahuan Anda, yang sebenarnya itu adalah dua buku.”
Lelaki itu
melanjutkan dan Riedel menyimaknya secara antuasias: “Saya telah melihat
dan membaca Perjanjian Baru sendiri, tetapi Perjanjian Lama harus bahkan lebih
luar biasa, karena saya telah mendengar bahwa itu menggambarkan penciptaan
dunia. Karena saya sudah di Jawa, saya tidak lagi
percaya pada sejarah Loemimoeoet. Tapi sekarang saya
ingin tahu bagaimana dunia dan orang-orang
diciptakan."
Riedel senang mendengar perkataan sang kepala
sekolah itu. Dia kemudian mengambil alkitabnya yang berbahasa Melayu dan
menjelaskan apa yang ditanya oleh kepala sekolah itu. Demikian dicatat R. Grundemann dalam Johan
Frederik Riedel, Een levensbeeld uit de Minahasa op Celebes III (Rotterdam:
M. Wyt & Zonen,1874).
Jika benar lelaki
itu adalah Mangulu, dan ketika bertemu dengan Riedel dia adalah kepala sekolah,
maka sangat cocok dengan apa yang disebutkan dalam laporan NZG tahun 1832
tersebut. Dengan demikian, orang Tomohon yang menjadi Kristen dengan cara dibaptis
tidak nanti terjadi pada tahun 1839 di masa Mattern. Tentang apakah kepala
sekolah orang Tomohon itu dibaptis di Tomohon atau di Jawa, itu yang belum
jelas.
Satu hal yang
sudah jelas, bahwa telah sejak awal tahun 1830-an ada orang Tomohon yang dibaptis
menjadi Kristen. Bukan nanti akhir. (*)
_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.
*Jika anda ingin menghubungi saya terkait dengan artikel yang dibaca di blog ini, atau untuk menyampaikan sesuatu boleh melalui:
Comments
Post a Comment