Skip to main content

Little Boy dan Suzuko Numata


Suzuko Numata, kini adalah seorang perempuan tua. Ia adalah saksi pemboman Hiroshima. Ia berhasil selamat dari bencana perang tahun 1945 itu. 
"Pohon itu mengajarkan bahwa saya masih hidup," kata Numata seperti pernah dilansir Gatra.com 6 Agustus 2005.

Ketika bom atom dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945, Numata tengah berada di Biro Komunikasi Hiroshima yang berjarak sekitar 1,4 Km dari pusat ledakan. Lutut kirinya mengalami cedera serius akibat ledakan bom atom itu. Empat hari kemudian dia harus merelakan kaki kirinya diamputasi hingga di atas lutunya.

Numata, mewakili manusia yang pernah putus asa tapi kemudian bisa bangkit. Tapi ia juga mewakili manusia yang menjadi korban keganasan perang. Perang, selalu meninggalkan banyak kisah sedih. Tapi dari padanya – karena ia telah terlanjur menjadi cara manusia untuk meraih suatu kepentingan – perang juga bisa memberi kita pelajaran soal hakekat hidup diri sendiri, diri orang lain dan dunia. Dan, lebih dari untuk belajar mengulang atau bagaimana baiknya berperang, perang mestinya memberi pelajaran pada kita untuk mengusahakannya menjadi tidak ada. Tapi, itu adalah visi manusia-manusia pencinta damai.

Numata, adalah saksi kehancuran Hiroshima atas kebrutalan perang. Pemboman Hiroshima dan Nagasaki adalah bagian-bagian terakhir Perang Dunia ke-2. Perang yang telah menewaskan kurang lebih 50.000.000 (limapuluh juta) orang itu, dinyatakan sebagai perang yang paling dahsyat pernah terjadi di muka bumi. Perang Dunia ke-2 akhirnya menjadi salah satu fase dalam perjalanan sejarah pergaulan masyarakat dunia. Setelah fase itu, ada lagi fase yang lain. Dan kita terus-menerus ada dalam pergantian fase. Fase akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya dunia ini.

Perang Dunia ke-2 memperlihatkan dengan gamblang kepada penghuni planet ini, betapa manusia yang diposisikan sebagai rakyat, adalah kecil dan sangat kecil untuk suatu prestise, gengsi dan kekuasaan. Perang akhirnya memang tidak kemudian memperhitungkan agama dan kemanusiaan. Memang perang, oleh kebanyakan manusia dianggap sebagai cara terakhir untuk mempertahankan kedaulatan atau demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Tapi, semua perang ada yang berhadap-hadapan. Dulu, Amerika tampil sebagai penyelamat dunia, tapi sekarang masyarakat internasional mencurigai dia sebagai penyebab dan dibalik dari perang-perang yang terjadi, khususnya di Timur Tengah.

Pada 6 Agustus Hiroshima di bom. Tiga hari kemudian giliran Nagasaki. Semua di tahun 1945 dan di Jepang. Jepang, waktu itu adalah sebuah negara yang berambisi besar untuk menguasai dunia. Jepang menyerah kalah, setelah Little Boy (sebuah kode nama yang diberikan kepada senjata nuklir) dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika dan sekutunya. Dia dijatuhkan dari sebuah pesawat B-29 Superfortress bernama Enola Gay yang dipiloti oleh Letkol. Paul Tibbets, dari sekitar ketinggian 9.450 m (31.000 kaki). Senjata ini meledak pada 8.15 pagi (waktu Jepang) ketika dia mencapai ketinggian 550 meter. Little Boy merupakan senjata nuklir pertama dari dua yang pernah digunakan dalam perang. Momen kekalahan Jepang ini dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya

Comments

Popular posts from this blog

Awal Mula Gerakan Pantekosta di Tanah Minahasa

Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1941 Orang-orang Minahasa di tanah rantau, bertemu dan meyakini gerakan Pantekosta yang diperkenalkan oleh para missionaris keturunan Belanda yang bermigrasi ke Amerika. Lalu para penginjil ini pulang kampung dan menyebarkan gerakan Pantekosta di tanah asal mereka. PELABUHAN Amurang, 13 Maret 1929. Sebuah kapal penumpang yang berlayar dari Surabaya baru saja berlabuh. Dua penumpang di antaranya sedang menjalankan misi gerakan Pantekosta. Julianus Repi dan Alexius Tambuwun, nama dua penumpang itu.    Di Tanah Jawa, tanah perantauan, mereka mengenal dan belajar aliran kekristenan ini. Di tanah asal mereka, Minahasa jemat Kristen Protestan sudah berdiri sampai ke kampung-kampung sejak beberapa abad lampau. Dengan semangat yang menyala-nyala, dua pemuda ini bertekad pulang ke tanah kelahiran untuk menjalankan misi.   "GPdI masuk di Sulut ketika itu dikenal dengan Sulutteng pada awal Maret 1929. Julianus Repi dan Alexius Tambu...

'Kukis Brudel', Kue dari Belanda yang Populer di Minahasa

Kue Brudel dari Belanda, diperkenalkan di Hindia Belanda oleh Nonna Cornelia dalam buku resepnya, di Minahasa kue jenis ini sangat populer   SETIAP mendekati ‘Hari Besar”, Natal dan Tahun Baru atau acara-acara tertentu, orang-orang Minahasa pasti akan mengingat kukis (kue) yang satu ini: brudel. Kukis brudel dapat dinikmati setelah makan rupa-rupa lauk-pauk dalam pesta-pesta. Juga sangat pas dinikmati bersama kopi atau teh hangat.     Dari mana asal kukis brudel ini? Orang-orang akan menjawab, dari Belanda. Dari zaman kolonial. Tapi bagaimana kisahnya? Resep kukis (kue) brudel atau dalam bahasa Belanda ditulis broeder sudah muncul dalam sebuah resep masakan tahun 1845. Pengarangnya bernama Nonna Cornelia. Buku karangannya yang berjudul Kokki Bitja ataoe Kitab Masakan India diterbitkan dalam bahasa Melayu dicampur bahasa Belanda. Pertama kali terbit tahun tahun 1845, lalu terbit lagi dalam edisi revisi tahun 1859.     “Ambil doea deeg, ...

Riwayat Lagu ‘Sayang-sayang Si Patokaan’

Lagu 'Patokaan' pada iklan Haagsche Courant edisi Februari 1928 “Sayang-sayang si Patokaan” lagu rakyat asal Minahasa yang bemula dari saling ejek antar orang-orang di beberapa kampung di Tonsea, bagian utara tanah Minahasa. Dalam perjalanannya, lagu ini sering disalahartikan. SUATU hari di tahun 1950-an, Wilhelmus Absalom Reeroe, waktu itu sebagai mahasiswa di Jakarta menyaksikan sebuh kapal perang Uni Soviet yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Sebagian penumpang kapal turun untuk main sepak bola persahabatan di lapangan Ikada. Sebelum pertandingan di mulai, orang-orang Uni Soviet ini terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Roeroe sejak masa kanak-kanaknya di Kakaskasen, Minahasa. Lagu “Sayang-sayang si Patokaan”. Aslinya, syair lagu ini ditulis dalam bahasa Tonsea. “Terkejutlah juga kami mendengarnya,” tulis Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi, terbit tahun 2003. Di masa perpeloncoan mahasiswa di tahun 1950-an itu, kata Roero...