Masyarakat Minahasa dapat melewati masa krisis moneter berkat ekonomi kerakyatannya. Perdamaian pun tetap terjaga
JUNI 1998 dolar AS menyentuh titik tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, Rp 16.650.
Awal 1998 sudah mulai naik hingga Rp. 6.000. Sebelum krisis moneter melanda
Asia tahun 1997, Dolar AS bertahan di kisaran Rp 2.000-2.500.
Mei
1998 Soeharto jatuh dari takhtanya. Krisis moneter (krismon) kemudian memicu
terjadi krisis politik di Indonesia. Menyusul setelah itu kerusuhan di Ibu Kota
dan kemudian di Poso dan Ambon. Minahasa juga kena dampak. Orang-orang khawatir
kerusuhan menjalar hingga ke sini. Harga bahan-bahan kebutuhan pokok dan
bangunan meningkat tajam.
“Aduh
kasian, dijauhkanlah sedangkan aman-aman so
susah mancari, apalei kalo kerusuhan...." ungkap seorang pedagang
di pasar dalam dialek Melayu Menado seperti direkam Ridwan Sofian, tokoh agama
Budha Sulut dalam tulisannya yang termuat dalam buku Damai di Bumi Nyiur Melambai, terbit tahun 2011.
Masa
peralihan rezim yang ikut dipicu oleh krisis moneter sejak tahun 1997, lalu
situasi mencekam karena kerusuhan di beberapa daerah memunculkan pesimisme bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya. Bagaimana situasi Minahasa di masa krismon?
“Jika anda kebetulan pergi ke Sulawesi Utara,
semua pesimisme tadi tampaknya terlalu jauh,” tulis David Henley, Maria J.C.
Schouten dan Alex J. Ulaen dalam tulisan mereka berjudul ‘Memelihara Perdamaian
di Minahasa Pasca orde baru termuat dalam Politik
Lokal di Indonesia,
terbit tahun 2007.
Di
sekitaran tahun 2003 dan 2004, Tanah Minahasa tetap ramai dikunjungi para
turis. “Di Bandara provinsi, terminalnya
masih baru, dan turis-turis tetap berdatangan ke beting karang Bunaken untuk
menyelam,” kata Henley
dkk.
Perdamaian
tetap terjaga. Pengeras suara di menara-menara gereja di Manado, lanjut David
Henley, dkk, menyiarkan musik-musik rohani. Ia seolah menandingi panggilan doa
yang diperkeras dengan amplifier dari
mesjid-mesjid. “Di Sulawesi Utara impak dari krisis ekonomi Asia yang memicu
jatuhnya Suharto tidak begitu keras, dan pemulihannya cukup cepat,” kata
Henley, dkk.
Henley,
dkk menyebutkan, ekonomi masyarakat Minahasa atau Sulawesi Utara pada umumnya
yang relatif stabil di masa krismon inilah yang telah memberi kontribusi dalam
upaya menjaga perdamaian di daerah ini.
“Ekonomi
lokal memberikan pengaruh menstabilkan situasi dalam arti ekonomi itu
mencerminkan distribusi kekayaan yang relatif egaliter, dan terbukti mampu
bertahan dalam menghadapi krisis internasional yang melanda pada tahun 1997,”
jelas Henley, dkk.
Ekonomi
di Minahasa di masa sebelum dan di masa krismon relatif merata. Ketika dollar meroket tinggi,
aktivitas-akvititas ekonomi berskala kecil justru berperan menjaga kestabilan
ekonomi masyarakat. Di Minahasa dan secara umum Sulawesi Utara, aktivitas
ekonomi yang khas adalah usaha-usaha kecil menengah dan industri-industri rumah
tangga.
“Sulawesi
Utara secara efektif memiliki apa yang disebut ‘ekonomi rakyat’", jelas Vekie A.
Rumate seperti dikutip Henley, dkk.
Foto: Seorang perempuan Minahasa yang sedang menuju ke pasar pada tahun 1952. Sumber foto: Pinterest
_______________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan.
Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com.
Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama
'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk
diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap
terlebih dahulu menghubungi penulis.
Makase banyak.
Makase banyak.
Comments
Post a Comment