BUMI
Beringin, Manado 20 Oktober 1979 pagi. Suasana kediaman Gubernur Sulawesi Utara tidak
seperti biasa. Suasana terasa tegang. Ini gara-gara, Willy Lasut sang Gubernur
Sulawesi Utara sedang hadapi suatu masalah. Tiba-tiba saja, ia mendapat SK
pemberhentian dari jabatannya sebagai gubernur. Dan, ia menolaknya.
Ia pun menolak hadir dalam
upacara serah terima. "Sebaiknya
tidak, karena saya toh tak akan menandatangani naskah serah terima itu,"
kata Lasut seperti diberitakan Tempo edisi
27 Oktober 1979 .
Upacara serah terima dan pelantikan Pejabat Gubernur
Sulut Brigjen Erman Harirustaman pengganti Willy Lasut akan digelar di ruangan
sidang utama DPRD Sulut. Mendagri Amirmachmud mencoba membujuk Lasut, tapi
gagal, tulis Tempo.
Hadir waktu itu Panglima/Laksusda Rudini. Ia
menghampiri Willy Lasut, memeluknya dan menurut cerita, demikian Tempo, Lasut "menangis".
Begitu juga Pangkowilhan III Letjen Leo Lopulisa.
Upacara serah terima jabatan akhirnya berlangsung
meski Lasut tidak hadir. Amirmachmud kepada hadiran mengatakan, Willy Lasut
sedang sakit. "Memang benar Willy
Lasut saya lihat sakit. Saya izinkan untuk tidak hadir dan naskah timbang
terima saya lihat sendiri sudah ditandatangani," katanya.
Dua hari sebelum upacara itu, suasana di Kota Manado sedikit tegang. Beredar pamflet "Ganyang Korupsi, Hidup Lasut."
Dua hari sebelum upacara itu, suasana di Kota Manado sedikit tegang. Beredar pamflet "Ganyang Korupsi, Hidup Lasut."
Tempo menulis, Willy Lasut sempat menolak membuat surat permohonan berhenti,
seperti dilakukan Brigjen Moenafri.
"Ingin melihat sendiri tanda tangan Presiden dalam surat keputusan
yang asli,” kata Lasut seperti dikutip Tempo.
Pemberhentian Willy Lasut dari jabatan sebagai
gubernur Sulawesi Utara berdasarkan Keppres No. 176/M Tahun 1979. Willy Lasut
dilantik sebagai Gubernur Sulut 20 Juni 1978 dan diberhentikan 21 Oktober 1979.
Hanya 1 tahun 4 bulan 1 hari.
Meski sudah diberhentikan, namun Willy Lasut masih
diberi izin tinggal di Bumi Beringin. Ia juga diberi fasilitas menggunakan dua
mobil, telepon dan keperluan lainnya. "Tapi saya jua tahu diri, dong. Saya
akan segera mencari rumah di Manado karena anak-anak sekolah di sini,"
kata Lasut.
Orang-orang kemudian bertanya alasan pemberhentian
Lasut. Pers
pun mempertanyakan apa sebab musababnya.
“Berkali-kali Menteri dalam negeri Amir Machmud ditanya soal ini. Toh ia
selalu membisu. Awalnya, Menteri hanya mengatakan karena ABRI telah menarik
kedua petingginya itu ke Jakarta. Toh, semua orang tahu kalau itu jawaban
akal-akalan semata,” tulis Tjipta Lesmana dalam Soekarno sampai SBY, terbit tahun 2013.
Karena
terus dicecar oleh pers nasional, akhirnya Menteri Dalam Negeri tidak bisa
mengelak. Jadi, kenapa kedua petinggi itu diberhentikan? Jawab Amir Machmud
sambil melemparkan senyum khasnya kepada wartawan: “Demi kepentingan pribadi,
pembangunan dan daerah...” demikian kata Lesmana.
Sebab
sebenarnya pemberhentian Willy Lasut nanti terungkap di kemudian hari. “Gubernur
Lasut dipecat karena keberaniannya mengusut dugaan penyimpangan ‘dana cengkeh’
di daerahnya yang mungkin melibatkan ‘orang kuat’ di Jakarta,” tulis Lesmana.
Meski hanya singkat menjabat
sebagai gubernur, tapi Willy Lasut dapat melakukan sesuatu yang luar biasa bagi
para petani cengkih. Dia berani melawan pemerintah pusat dalam penetapan harga
cengkih. Ia menetapkan harga beli Rp.
17.500/kg. Harga yang sangat tinggi di masa itu.
“Saya akan berjuang untuk kebenaran dan
keadilan," kata Lasut seperti dikutip
Asiaweek dalam terbitannya tahun itu.
_______________________
Artikel ini
ditulis oleh Denni
H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email
dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel,
harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip
keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan
komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.
Makase banyak.
Makase banyak.
No comments :
Post a Comment