Monday, August 6, 2018

Gempa Bumi Dahsyat di Minahasa tahun 1845

TANAWANGKO, Sabtu, 8 Februari 1845. Hari sudah sore. Tiba-tiba tanah bergoyang dengan hebat. Makin lama makin kuat hingga mencapai puncaknya, dan perlahan berhenti. Lalu terjadilah sesuatu yang mengerikan.   
  
“Maka terjadi retakan tanah di sekitar Tanawangko dari sana keluar air serta nyala api dari retakan yang baru terjadi itu dan yang kemudian perlahan-lahan tertutup lagi“, demikian Nicolaus Graafland dalam De Minahasa yang terbit tahun 1869 menggambarkan sebuah gempa dahsyat yang terjadi di Minahasa pada abad 19. Graafland pasti tinggal mendengar kisah itu dari orang-orang Tanawangko sebab ia pindah ke sana nanti tahun 1854, sembilan tahun setelah gempa itu.

Tapi rupanya, apa yang digambarkan oleh Graafland itu benar-benar terjadi. Frans Junghuhn dalam Java, Zijne Gedaante, Zijn Plantentooi en Inwendige Bouw terbit 1852 mengutip Java Courant 21 Mei, 1845 menyebutkan, gempa itu terjadi kira-kira pukul 5:52 sore.  Guncangan berlangsung 50 hingga 60 detik. Barang-barang di dalam rumah terlempar. Dinding batu benteng Amsterdam, benteng Amurang dan Tanawangko runtuh. Di banyak tempat tanah retak, air terlihat muncul naik dari celah-celahnya. Jembatan dan jalan-jalan hancur. Di Tomohon banyak pohon tumbang dan batu-batu meluncur bergelinding.  Sebanyak 62 orang terluka, 56 orang kehilangan nyawa.  


Baca juga:

Alfred Russel Wallace dan Gempa di Rurukan



Dampak gempa yang dahsyat ini mengubah beberapa hal di Minahasa.  Orang-orang Minahasa yang tinggal di negeri yang tidak aman dari gempa dipindahkan. “Sesudah gempa bumi tahun 1845 makah timbul suatu demam seperti itu. Seakan-akan orang telah menyadari umumnya bahwa letaknya negeri-negeri tidaklah tepat, dan di sana-sini terjadi transmigrasi dalam skala kecil,” Graafland menjelaskan.

Minahasa atau umumnya bagian utara Sulawesi memang rawan gempa, tektonik maupun vulkanik. Sumber gempa dari laut, seperti dijelaskan Geomagz berasal dari penunjaman sublempeng Sulawesi Utara yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi, lempeng Punggungan Mayu, dan lempeng Sangihe yang terletak di sebelah timur Sulawesi Utara. Gempa vulkanik terjadi karena di tanah Minahasa misalnya paling kurang terdapat dua gunung api aktif, yaitu Lokon dan Soputan.

Geomagz mencatat beberapa kali gempa pada dua tahun berturut-turut sesudah gempa dahsyat itu. Gempa yang terjadi pada tahun  1857 menyebabkan tsunami di pantai Manado. Tanggal 13 Desember 1858 terjadi gempa yang menyebabkan 15 rumah rusak, tsunami terjadi di Ternate, Halmahera, Talaud dan Minahasa Timur.

Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlansch Indie terbit tahun 1863 melaporkan pula  serangkaian gempa tahun 1860 dan 1861. Misalnya disebutkan, Oktober 1860 pada pukul 7 malam, terjadi gempa yang cukup parah di Minahasa. Tidak dijelaskan dampak gempa tersebut. Pada sore hari, sekitar jam 6, tanggal 29 Desember 1861, terdengar suara dentuman keras dari Timur yang terjadi beberpa kali dan diulang lagi pada jam 10 besoknya. 

“Sinar cahaya terlihat di Kema dan di Ratahan. Pagi berikutnya seluruh Minahasa jatuh abu, yang berlangsung selama 56 jam.  Itu ternyata merupakan hasil dari letusan dari gunung berapi, di pulau timur Makian,” tulis majalah itu.


____________

Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis. 

Makase banyak.



No comments :

Post a Comment