Tomohon
di awal abad 20. Foto KITLV
|
Rekaman
tentang Tomohon di pertengahan abad 19 itu Anda dapat baca dalam buku Nicolaus
Graafland De Minahasa terjemahan
Yoost Kullit berjudul Minahasa Masa Lalu
dan Masa Kini.
Tomohon
kala itu adalah ibu kota distrik. Sebuah kota kecil yang ramai. Orang-orang
dari Tondano, Remboken, Kakas, Langowan, Tompaso, Kawangkoan dan Sarongsong
yang menuju ke Manado harus melewati kota ini. “Semua gerobak yang dimuati kopi,
yang berkumpul di gudang kopi distrik itu harus diangkut melalui tempat ini,”
jelas Graafland.
Di
distrik Tomohon terdapat lima negeri. Negeri Talete, Kamasi, Paslaten, Kolongan
dan Matani. Jumlah penduduk secara keseluruhan sebanyak 2996 jiwa.
Jenis
bunga yang ditanam di setiap negeri distrik Tomohon bervariasi. “Di tiap negeri
sesuai pilihan kepala negeri atau ada kalanya sesuai pilihan penghuni itu
sendiri, dan oleh karena itu maka ada kalanya terdapat pemandangan yang
berbeda,” tulis Graafland.
Bunga-bunga
di tanam di pekarangan yang luas. Graafland menggambarkan, di tengah pekarangan
terletak sebuah rumah kecil dicat putih, tiang dan sandarannya dicat biru
tersendiri.
Orang-orang
Tomohon rupanya sudah menyukai warna-warni di masa itu. Bunga-bunga beragam
warna yang menghiasi pekarangan tentu sungguh indah pemandangannya.
Selain
bunga, di pekarangan ditanam pula macam-macam pohon buah. Seperti pohon
pisang, berbagai jenis pohon jeruk, pinang, kopi dan kapas. Menurut Graafland
ini telah memberi keuntungan bagi masyarakat.
Tanaman
holtikultura juga ditanam oleh orang-orang Tomohon masa itu. “Di samping itu
maka di sana-sini mereka mengadakan kebun sayur kecil-kecilan, dan menanamkan
pada bedeng yang diolah rapi berbagai jenis buncis, seledri, bawang, anyis, dan
lain-lain,” ungkap Graafland.
Tomohon
yang berada di 700-800 di atas permukaan laut sangatlah cocok untuk tanaman
bunga dan holtikultura. Kesejukan kota Tomohon selalu membri kesan bagi siapa
saja yang datang ke sini. Alfred Russel Wallace yang datang ke kota ini pada
Juni 1859, ketika berkunjung ke rumah Mayor di situ terkesan dengan kesejukan
Tomohon. “Aku memperoleh kejutan di sini. Rumah itu besar, sejuk, dan dibangun
dengan kuat dari kayu keras, dan dibangun dengan tenaga ahli dan cekatan,”
ungkap Wallace dalam The Malay
Achipelago.
Pada
jamuan itu, Wallace menikmati keramahtamahan sang mayor dan keluarganya. “Segera
setelah kami masuk, madeira dan teh pahit ditawarkan kepada kami,” kata
Wallace.
Makanan
malam itu sangat lezat, kata Wallace. “Unggas dimasak dalam berbagai cara; ada
babi panggang yang direbus dan digoreng, fricassee
dari kelelawar, kentang, nasi dan sayuran lainnya,” jelas Wallace.
Sambil
menikmati lezatnya makanan, kata Wallace, mereka juga menikmati bir yang
melimpah.
Graafland
juga pernah berkunjung ke rumah mayor ini. Ketika dijamu oleh sang Mayor dan
keluarga, dia menikmati sebuah penyambutan yang sangat terhormat.
“Lihatlah
sekeliling: sebuah meja makan, yang oleh banyak orang Eropa akan merasa
dihormati. Semuanya rapi dan jernih: taplak dan serbet, pirin, sendok, pisau
meja, gelas,”tulis Graafland.
Jenis
masakan yang disajikan di meja makan terasa sangat lezat. “Pertama-tama saya
menunjukkan kepada Anda sup, yang disajikan dalam pinggan sup yang bagus. Di sana Anda melihat piring besar
yang di atasnya terdapat daging babi hutan, yang kelihatan enak sekali, yang
ada dapat makan bersama kentang yang bagus, yang ada kalanya enak sekali; di
sini terpampang ayam kampung yang gemuk, yang digoreng enak sekali,” Graafland
menggambarkan secara detil.
Dengan
latar gunung Lokon, tentu semua semakin menjadi indah.
___________________
Artikel ini ditulis oleh Denni H.R. Pinontoan. Saran dan masukan silakan dikirim ke alamat email dpinontoan6@gmail.com. Pengutipan untuk penelitian atau penulisan artikel, harap mencantumkan nama 'Denni H.R. Pinontoan'. Pihak yang akan mengutip keseluruhan artikel untuk diterbitkan di media lain atau untuk kepentingan komersil lainnya, harap terlebih dahulu menghubungi penulis.
Makase banyak.
No comments :
Post a Comment